Powered By Blogger

28 April 2009

Teori Kognitive

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Otak manusia dianggap mempunyai struktur paling kompleks di dunia ini (Woolley, 2001). Otak manusia mempunyai berat kira-kira 3 pounds, terdiri dari 97% pusat sistem syaraf, 2 % dari berat tubuh, dan menggunakan 20 persen energi yang dimiliki oleh tubuh. Diperkirakan bahwa otak adalah sekumpulan dari 30 sampai 100 miliar neuron dengan satu bilion penghubung (Greenngard, 2001).
Hermann Ebbinghans mengadakan eksperimen pertama tentang manusia untuk mempelajari ” Learning and Memory” 1885, beberapa tahun kemudian Ivan Pavlov dan Edgar Thorndike melakukan eksperimen pada binatang. Metode eksperiemen ini yang mana studi tentang ”Learning and Memory” mengarahkan kepada perkembangan psikologi di sekolah yang disebut ”Behaviorism”. Para ahli behaviorism memfokuskan pada menguji atau mengamati hubungan antara stimulus dengan respons pada binatang, tetapi menghindari proses mental. Pada tahun 1960-an, muncul aliran baru daripada ilmu pengetahuan yaitu ”Cognitive Psikology”. Tidak seperti behaviorism, disiplin ilmu ini berhubungan dengan sensor penerima yang secara bertahap digunakan pada memori dan tindakan.
Apa itu learning and memory?
Learning adalah proses yang mana kita memperoleh pengetahuan, sedangkan memory adalah hasil yang kita dapat pengetahuan sepanjang waktu. Jadi dalam learning melibatkan suatu proses atau kegiatan yang dilakukan seseorang dalam memperoleh pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh tersebut akan disimpan diotak yang berupa memori. Jadi memory itu adalah ”outcome” daripada Learning. Tidak mungkin kita menganggap itu suatu ” learning” tanpa memory. Demikian sebaliknya memory tidak ada tanpa learning.
Mengingat adalah proses pembelajaran yang berkaitan dengan pemahaman dan penggunaan apa yang didengar dan dilihat dengan baik (PPK Malaysia, 2001). Mengingat juga merupakan suatu kemahiran untuk mengingat kembali dengan menyebut atau menulis fakta dan kejadian yang berlaku selepas beberapa lama ( PPK Malaysia, 2001).
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Pada masa awal-awal diperkenalkannya teori ini, para ahli mencoba menjelaskan bagaimana siswa mengolah stimulus, dan bagaimana siswa tersebut bisa sampai ke respons tertentu (pengaruh aliran tingkah laku masih terlihat di sini). Namun, lambat laun perhatian ini mulai bergeser. Saat ini perhatian mereka terpusat pada proses bagaimana suatu ilmu yang baru berasimilasi dengan ilmu yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa.
Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, menyeluruh. Ibarat seseorang yang memainkan musik, orang ini tidak “memahami” not-not balok yang terpampang di partitur sebagai informasi yang saling lepas berdiri sendiri, tetapi sebagai satu kesatuan yan secara utuh masuk ke pikiran dan perasaannya.
I.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai awal pertumbuhan teori-teori belajar psikologi kognitif, beberapa nama penting yang diasosiasikan dengan teori belajar kognitivisme, serta permasalahan dan solusi yang ada pada teori pembelajaran kognitivisme.
I.3 Implikasi terhadap Proses Belajar:
1. Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa
2. Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari siswa “saat ini” dengan apa yang akan dipelajari siswa siswa sedemikian rupa sehingga
3. Mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah
4. Untuk meningkatkan kemampuan berfikir, dan menjadi pembelajar yang sukses, maka pengajar yang menganut paham Kognitivisme banyak melibatkan kegiatan dimana faktor motivasi, kemampuan problem solving, strategi belajar, memory retention skill sering ditekankan.

II. PEMBAHASAN

II.1 Awal Pertumbuhan Teori-Teori Belajar Psikologi Kognitif

Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar psikologi Gestalt adalah Mex Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya ini diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpanse. Penelitian-penelitian mereka menumbuhkan psikologi Gestalt yang menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur dan pemetaan dalam pengalaman kaum Gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan yang terorganisasi, bukan dalam bagian-bagian yang terpisah.

Suatu konsep yang penting dalam Psikologi Gestalt adalah tentang “insight” yaitu pengamatan/pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Insight itu sering dihubungkan dengan pernyataan spontan “aha” atau “oh,see-now”.

Kohler (1927) menemukan tumbuhnya insight pada seekor simpance pada masalah bagaimana memperoleh pisang yang terdapat di luar kurungan atau tergantung di atas kurungan. Dalam eksperimen itu Kohler mengamati, bahwa kadangkala Simpanse dapat memecahkan masalah secara mendadak, kadangkala gagal meraih pisang, kadangkala duduk merenungkan masalah, dan kemudian secara tiba-tiba menemukan pemecahan masalah

Werheimer (1945) menjadi orang gestaltis yang mula- mula menghubungkan pekerjaannya dengan proses belajar di kelas. Dari pengamatannya itu, ia menyesalkan penggunaaan metode menghafal di sekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian., bukan hafalan akademis.

Menurut pandangan Gestaltis , semua kegiatan belajar (baik pada simpanse maupun pada manusia) menggunakan insight atau pemahaman terhadap hubungan- hubungan, terutama hubungan- hubungan antara bagian dan keseluruhan. Menurut Psikologi Gestalt, tingkat kejelasan atau keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan belajar seseorang daripada dengan hukuman atau ganjaran.

Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan-penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajar sebagai proses hubungan stimulus-response-reinforcement. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh reward dan reinforcement. Mereka ini adalah para ahli jiwa aliran kognitifis. Menurut pendapat mereka, tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi belajar, sesorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi, kaum kognitifis berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung pada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada didalam suatu situasi. Keseluruhan adalah lebih dari bagian-bagiannya . Mereka memberi tekanan pada organisasi pengamatan atas stimuli di dalam lingkungan serta pada faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan.
Kognitivisme: Berbeda dengan paham behaviorisme, paham kognitivisme lebih terfokus pada masalah atau pertanyaan yang berkenaan dengan kognisi, atau pengetahuan. Menurut para pendukung teori ini, belajar adalah suatu proses mental, yang tidak selalu harus bisa diamati, yang bisa juga diberi nama pemrosesan informasi. Perubahan tingkah laku yang terjadi adalah merupakan refleksi dari interaksi persepsi diri seseorang terhadap sesuatu yang diamati dan dipikirkannya. Menurut para pendukung teori kognitif, bagaimana teori behaviorisme bisa menjelaskan proses belajar yang terjadi pada beberapa siswa yang berbeda, dimana setelah mendapat stimulus yang sama mereka menghasilkan respon yang berbeda? Respon yang berbeda tersebut mestilah hasil dari kapasitas kognisi siswa yang berbeda. Mungkin mereka tidak memiliki motivasi yang sama, mungkin mereka menerapkan cara belajar yang berbeda, mungkin mereka memiliki background knowledge yang berbeda, atau mungkin cara pemecahan masalah yang mereka terapkan juga berbeda. Terdapat banyak kemungkinan yang bisa menyebabkan mengapa stimulus yang sama tidak menghasilkan respon yang sama.
II.2 Beberapa Nama Penting yang Diasosiasikan dengan Teori Belajar Kognitivisme
1) Bruner: Teori Belajar Penemuan (Discovery Learning)
Bruner (1960) mengusulkan suatu pendekatan dalam belajar dimana siswa berinteraksi dengan lingkungannya dengan jalan mengeksplor dan memanipulasi obyek, bergulat dengan sejumlah pertanyaan dan kontroversi atau melakukan percobaan. Ide dasar dari teori ini adalah, siswa akan mudah mengingat suatu konsep jika konsep tersebut mereka dapatkan sendiri melalui proses belajar penemuan (Prinsip belajar: selidiki/inquire dan temukan/discover). Bruner juga memperkenalkan konsep perkembangan kognisi anak-anak yang mewakili tiga bentuk representasi: representasi enactive, iconic dan symbolic.
Pada tahap enactive misalnya, pengetahuan anak diperoleh dari aktivitas gerak yang dilakukannya seperti pengalaman langsung atau kegiatan konkrit. Tahap representasi iconic adalah masa ketika pengetahuan anak diperoleh melalui sajian gambar, atau grafis lainnya seperti film dan gambar statis. Sedangkan tahap representasi symbolic adalah suatu tahap dimana anak mampu memahami atau membangun pengetahuan melalui proses bernalar dengan menggunakan simbol bahasa seperti kata-kata atau simbolisasi abstrak lainnya.
Menurut pandangan Bruner (1964) bagwa teori belajar itu bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu bersifat perspektif. Misalnya, teori belajar memprediksikan berapa usia maksimum seorang anak untuk belajar penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara-cara mengajarkan penjumlahan.
2) Ausubel : Teori Belajar Bermakna
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna.
Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.
Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa.
Langkah-langkah yang biasanya dilakukan guru untuk menerapkan belajar bermakna Ausubel adalah sebagai berikut: Advance organizer, Progressive differensial, Iintegrative reconciliation, dan Consolidation.
Advance organizer: Penyampaian awal tentang materi yang akan dipelajari siswa. Diharapkan siswa secara mental akan siap untuk menerima materi kalau mereka mengetahui sebelumnya materi apa yang akan disampaikan guru. Contoh: handout sebelum perkuliahan.
Progressive Differensial: Materi pelajaran yang disampaikan guru hendaknya bertahap. Diawali dengan hal-hal atau konsep yang umum, kemudian dilanjutkan ke hal-hal yang khusus, disertai dengan contoh-contoh.
Integrative reconciliation: Penjelasan yang diberikan oleh guru tentang kesamaan dan perbedaan konsep-konsep yang telah mereka ketahui dengan konsep yang baru saja dipelajari.
Consolidation: Pemantapan materi dalam bentuk menghadirkan lebih banyak contoh atau latihan sehingga siswa bisa lebih paham dan selanjutnya siap menerima materi baru.
3) Robert Gagne: Model Pemrosesan Informasi
Gagne berpendapat bahwa proses belajar adalah suatu proses dimana siswa terlibat dalam aktivitas yang memungkinkan mereka memiliki kemampuan yang tidak dimiliki sebelumnya. Ada delapan tingkat kemampuan belajar menurut Gagne, dimana kemampuan belajar pada tingkat tertentu ditentukan oleh kemampuan belajar di tingkat sebelumnya.
8 Tingkat Belajar Gagne:
1. Signal Learning: dari signal yang dilihat/didengarnya, anak akan memberi respon tertentu. Misalnya ketika melihat seseorang membawa mainan (signal), seorang anak menunjukkan ekspresi gembira.
2. Stimulus-response learning: Seorang anak yang memberikan respon fisik atau vokal setelah mendapat stimulus tertentu. Contoh: Proses awal belajar bahasa dimana anak-anak mengikuti bunyi kata-kata yang dicontohkan orang dewasa.
3. Chaining: Kemampuan anak untuk menggabungkan dua atau lebih hasil belajar stimulus-respon yang sederhana. Chaining terbatas hanya pada serangkaian gerak (bukan serangkaian produk bahasa lisan). Contoh: lari, membuka pintu.
4. Verbal association: Bentuk penggabungan hasil belajar yang melibatkan unit bahasa seperti memberi nama sebuah obyek/benda.
5. Multiple discrimination: Kemampuan siswa untuk menghubungkan beberapa kemampuan chaining sebelumnya. Misalnya menyebutkan nama-nama siswa yang ada di kelas. Mampu membedakan bermacam bentuk benda, cair, padat dan gas.
6. Concept learning: Belajar konsep artinya anak mampu memberi respon terhadap stimulus yang hadir melalui karakteristik abstraknya. Contoh, siswa diperkenalkan dengan konsep kotak. Melalui pemahaman konsep kotak ini, siswa mampu mengidentifikasi benda lain yang berbeda ukuran, warna, maupun materinya, namun masih memiliki karakteristik kotak.
7. Principle learning: Kemampuan siswa untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep lainnya. Contoh: hubungan antara diameter dengan keliling suatu lingkaran.
8. Problem solving: Dalam tingkat ini, siswa mampu menerapkan prinsip-prinsip yang telah dipelajari untuk mencapai satu sasaran. Problem solving menurut Gagne adalah tipe belajar yang paling tinggi. Siswa yang mampu menyelesaikan suatu permasalahan melalui serangkaian langkah problem solving diyakini juga menguasai ke tujuh kemampuan belajar di bawahnya.
4) Jean Piaget (1896 - 1980): Cognitive Development Model
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berfikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi Intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah seorang psikolog developmental karena penelitiannya mengenaia tahap- tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Dia adalah salah seorang psikolog suatu teori komperhensif tentang perkembangan intelegensi atau proses berfikir. Menurut Piaget pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan- kemampuan mental baru yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual adalah tidak kuantiutatif melainkan kualitatif.

Apabila ahli biologi menekankan penjelasan tentang pertumbuhan struktur yang memungkinkan individu mengalami penyesuaian diri dengan li\ngkungan, maka Piaget tekanan penyelidikannya lain. Piaget menyelidiki masalah yang sama dari segi penyesuaiaqn atau adaptasi manusia serta meneliti perkembangan intelektual atau kognisi berdasarkan dalil bahwa struktur intelektual terbentuk didalam individu akibat interaksinya dengan lingkungan.

Piaget memakai istilah scheme secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme dalah pola tingkah laku yang dapat diulang. Scheme berhubungan dengan :
1. Refleks- refleks pembawaan : miasalnya bernafas, makan, minum
2. Scheme mental: misalnya scheme of classification, scheme of operation (pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap ) dan scheme of operation (pola tingkah laku yang dapat diamati)

Menurut Piaget intelegensi itu sendiri terdiri dari 3 aspek yaitu:
a. Struktur, disebut juga scheme seperti yang dikemukakan diatas
b. Isi disebut juga content yaitu pola tingkah laku spesifik tak kala individu menghadapi sesuatu masalah.
c. fungsi disebut juga function yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektual.fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invariant,yaitu organisasi dan adaptasi.

Organisasi berupa kecakapan seseorang atau organisasi dalam menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentuk sistem-sistem koheren.

Adaptasi yaitu adaptasi individu terhadap lingkungannya. Adaptasi ini terdiri dari proses komplementer, yaitu asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbang). Asimilasi proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk menghadapi masalah dengan lingkungannya, sedangkan akomodasi proses perubahan respon individu terhadap stimuli lingkungan, dan equilibrisasi adalah penyesuian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

Dengan penjelasan seperti yang diatas dapatlah kita ketahui tentang bagaimana terjadinya pertumbuhan dan perkembangan intelektual.

Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanya equilibrium-disequilibrum. Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat mencapai tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi. Pengaplikasian didalam belajar: perkembangan kognitif bergantung pada akomodasi kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tak dapat belajar dari apa yang telah diketahuinya saja. Ia tak dapat menggantunglan pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini siswa akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan mempermudah pertumbuhan kognitif.

Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu stucture, content, dan function. Anak yang mengalami perkembangan, struktur dan konten intelektualnya berubah/berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan suatu rangkaian perkembangan masing-masing mempunyai struktur psikologis khusus yang menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan intelegensi adalah struktur psikologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus.

Piaget mengidentifikasikan empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak, yaitu:
1) Kematangan
2) Pengalaman fisik/lingkungan
3) Transmisi social
4) Equilibrium atau self regulation
Menurut Piaget ada empat tahapan perkembangan kognisi manusia :
1. Tingkat Sensorimotor (0-2 tahun).
Anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungan melalui kemampuan panca indera dan gerakannya. Perilaku bayi pada tahap ini semata-mata berdasarkan pada stimulus yang diterimanya. Sekitar usia 8 bulan bayi memiliki pengetahuan object permanence, yaitu walaupun sebuah object pada suatu saat tidak terlihat di depan matanya, tidak berarti obyek tersebut tidak ada. Sebelum usia 8 bulan bayi pada umumnya beranggapan bahwa benda yang tidak mereka lihat berarti tidak ada. Example: Peekaboo game for babies. Pada tahap ini bayi memaknai dunianya berdasarkan pengamatannya atas gerakan/aktivitas yang dilakukan orang-orang disekelilingnya. Misalnya melihat ibu mempersiapkan perlengkapan makannya, bayi mengetahui bahwa ia sebentar lagi akan diberi makan.
2. Tahap Praoperational (2 - 7 tahun)
Anak-anak pada tahap ini sudah mampu berfikir sebelum bertindak, meskipun kemampuan berfikirnya belum sampai pada tingkat kemampuan berfikir logis. Masa 2 - 7 tahun kehidupan anak juga ditandai dengan sikap egocentris, dimana mereka berfikir subyektif dan tidak mampu melihat obyektifitas pandangan orang lain, sehingga mereka sukar menerima pandangan orang lain. Ciri lain dari anak yang perkembangan kognisinya ada pada tahap preoperational adalah ketidakmampuannya membedakan bahwa 2 obyek yang sama memiliki masa, jumlah, atau volume yang tetap walaupun bentuknya berubah-ubah. Contoh, clay ball, string of beads, same amount of water in two different containers. Karena belum mampu berfikir abstrak, maka anak-anak di usia ini lebih mudah belajar jika guru melibatkan pengunaan benda yang konkrit daripada menggunakan hanya kata-kata saja. Contoh: dalam pelajaran berhitung, misalnya, penggunaan benda nyata (batang korek api, koin, dsbnya) lebih memudahkan pemahaman anak.
3. Tahap Concrete Operations (7 - 11 Tahun)
Pada tahap ini pada umumnya anak-anak sudah memiliki kemampuan memahami konsep konservasi (concept of conservacy), yaitu meskipun suatu benda berubah bentuknya, namun masa, jumlah atau volumenya adalah tetap. Anak juga sudah mampu melakukan observasi, menilai dan mengevaluasi sehingga mereka tidak se- egosentris sebelumnya. Kemampuan berfikir anak pada tahap ini masih dalam bentuk konkrit, mereka belum mampu berfikir abstrak, sehingga mereka juga hanya mampu menyelesaikan soal-soal pelajaran yang bersifat konkrit. Aktifitas pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pengalaman langsung sangat efektif dibandingkan dengan penjelasan guru dalam bentuk verbal (kata-kata). Contoh, dalam pelajaran IPS, misalnya, siswa akan lebih mudah memahami konsep arah mata angin/kompas barat, timur, utara dan selatan jika guru membawa peta atau bola dunia ke dalam kelas daripada menjelaskan bahwa pulau Kalimantan terletak di sebelah utara pulau Jawa.
4. Tahap Formal Operations (11 Tahun ke atas)
Pada tahap ini kemampuan siswa sudah berada pada tahap berfikir abstrak. Mereka mampu mengajukan hipotesa, menghitung konsekuensi yang mungkin terjadi serta menguji hipotesa yang mereka buat. Kalau dihadapkan pada suatu persoalan, siswa pada tahap perkembangan formal operational mampu memformulasikan semua kemungkinan dan menentukan kemungkinan yang mana yang paling mungkin terjadi berdasarkan kemampuan berfikir analitis dan logis. Pada mulanya Piaget beranggapan bahwa pada usia sekitar 15 tahun hampir semua remaja akan mencapai tahap perkembangan formal operation ini. Namun kenyataan membuktikan bahwa banyak siswa SMU - bahkan sebagian orang dewasa sekali pun- tidak memiliki kemampuan berfikir dalam tingkat ini.
5) Teori Belajar Cognitive- Field dari Lewin
Bertolak dari penemuan Gestalt Psychology, Kurt Lewin (1892- 1947) mengembangkan suatu teori belajar Cognitivifield dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi social. Lewin memandang masing- masing individu berada didalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis. Medan kekuatan psikologis dimana individu bereaksi disebut life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya: orang- orang yang ia jumpai, objek materiil yang ia hadapi, serta fungsi- fungsi kejiwaan yang ia miliki. Lewin berpendapat, bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antarkekuatan- kekuatan, baik yang dari dalam diri individu seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan maupun dari luar individu seperti tantangan dan permasalahan. Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur medan kognisi itu sendiri, yang lainnya dari kebutuhan dan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan yang lebih penting pada motivasi dari reward.
II.3 Permasalahan dan Solusi yang ada pada Teori Pembelajaran Kognitivisme
Masalah yang sering muncul pada tahapan aplikasi teori-teori kognitivisme di bidang pembelajaran adalah dalam kaitannya dengan pengorganisasian isi pesan atau bahan belajar dan pensturkturan kegiatan belajar mengajar. Hal ini bisa dimengerti mengingat bahwa penelitian dan pengembangan paket-paket program pembelajaran pada berbagai jenis cabang disiplin keilmuwan dan keahlian ternyata tidak menunjukkan hasil yang konsisten. Salah satu faktor yang dominan pengaruhnya terhadap variasi keefektifan pembelajaran adalah struktur bangunan disiplin ilmu yang dipelajari (Scandura, 1984).
Oleh karena itu, cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan output pendidikan dari sudut pandang psikologi kognitif adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada jenjang belajar . Yaitu dari tahapan mengingat, dilanjutkan menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedural atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.

III. PENUTUP

III.1 Simpulan
Bahwa learning and memory adalah dua hal yang saling berkaitan, kegiatan learning and memory selalu beriringan. Kegiatan belajar akan menghasilkan outcome yang disebut memori demikian sebaliknya. Learning merupakan proses yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan sedangkan memory adalah hasil yang diperoleh daripada proeses belajar. Untuk memaksimalkan proses ”Learning” maka para peneliti atau ahli melakukan eksperimen-eksperimen yang bertujuan untuk mengungkap misteri yang terkandung dalam otak manusia yangmana dianggap mempunyai struktur paling kompleks di alam semesta ini. Berbagai penemuan muncul dari eksperimen tersebut seperti: behaviorisme (1910-1950), kognitivisme, kontruktivisme, dan humanisme. Sedangkan yang berhubungan dengan memori dijelaskan bahwa ada tiga jenis sistem ingatan pada manusia: a. Sensori memori (Sensory memory), b. Ingatan jangka pendek (Short term memory), c. Ingatan jangka panjang (Long term memory)

Kognitivisme: Berbeda dengan paham behaviorisme, paham kognitivisme lebih terfokus pada masalah atau pertanyaan yang berkenaan dengan kognisi, atau pengetahuan. Menurut para pendukung teori ini, belajar adalah suatu proses mental, yang tidak selalu harus bisa diamati, yang bisa juga diberi nama pemrosesan informasi. Perubahan tingkah laku yang terjadi adalah merupakan refleksi dari interaksi persepsi diri seseorang terhadap sesuatu yang diamati dan dipikirkannya. Menurut para pendukung teori kognitif, bagaimana teori behaviorisme bisa menjelaskan proses belajar yang terjadi pada beberapa siswa yang berbeda, dimana setelah mendapat stimulus yang sama mereka menghasilkan respon yang berbeda? Respon yang berbeda tersebut mestilah hasil dari kapasitas kognisi siswa yang berbeda. Mungkin mereka tidak memiliki motivasi yang sama, mungkin mereka menerapkan cara belajar yang berbeda, mungkin mereka memiliki background knowledge yang berbeda, atau mungkin cara pemecahan masalah yang mereka terapkan juga berbeda. Terdapat banyak kemungkinan yang bisa menyebabkan mengapa stimulus yang sama tidak menghasilkan respon yang sama.
Beberapa nama penting yang diasosiasikan dengan teori belajar kognitivisme:
1. Bruner : Teori Belajar Penemuan (Discovery Learning)
2. Ausubel : Teori Belajar Bermakna
3. Robert Gagne : Model Pemrosesan Informasi
4. Jean Piaget : Cognitive Development Model
5. Lewin : Cognitive- Field


DAFTAR PUSTAKA

B. Uno, Hamzah. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
http://zalfaasatira.blogspot.com/
Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar