Powered By Blogger

10 Juni 2009

proposal usaha

I. PENDAHULUAN


1. 1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara pemasok 80-90% minyak nilam dunia. Sebagai tanaman penghasil minyak atsiri yang bernilai ekonomi tinggi, nilam bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan ekspor nonmigas. Minyak nilam telah tercatat sebagai penyumbang terbesar devisa negara ketimbang minyak atsiri lainnya (Tabel 1). Dari Tabel 1 terlihat bahwa diiantara komoditas minyak atsiri, minyak nilam merupakan komoditas terpenting yang mampu menyumbang devisa negara yang terus meningkat dari sebesar US $ 16.2 juta pada tahun 2001 menjadi US $ 27.1 juta pada tahun 2004 atau sekitar 59% dari total devisa dari minyak atsiri .

Berdasarkan laporan Marlet Study Essential Oils and Oleoresin (ITC), produksi nilam dunia mencapai 500 - 550 ton per tahun. Produksi Indonesia sekitar 450 ton per tahun, disusul Cina (50 - 80 ton per tahun. Pasar dunia saat ini membutuhkan sebesar 1.200 – 1.400 ton minyak nilam rata-rata setahun dengan kecenderungan yang terus meningkat. Importir minyak nilam terbesar saat ini adalah Amerika Serikat dengan tidak kurang dari 210 ton minyak nilam dibutuhkan rata-rata per tahun. Negara pengimpor lainnya antara lain Inggris, Prancis, Swis, Jerman dan Belanda.

Tabel 1. Ekspor minyak atsiri Indonesia 2000-2004 (juta US $)
NO Jenis 2000 2001 2002 2003 2004
1 Minyak Nilam 16,2 20,6 22,5 19,2 27,1
2 Minyak Atsiri Lainnya 20,7 32,0 27,4 23,3 18,3
3 Minyak Sereh 1,5 1,5 1,2 1,1 0,7
*) Sumber : http://www.depdag.go.id

Akan tetapi peluang ekspor yang besar ini belum bisa diimbangi oleh Indonesia karena beberapa hal. Menurut Hobir (2002), kendala-kendala dalam budidaya nilam adalah sbb:
(1) Produktivitas Minyak Rendah. Produktivitas minyak di tingkat petani tergolong rendah, berkisar antara 50-80 kg tiap ha. Misalnya di propinsi Aceh, produktivitas minyak nilam ber-kisar antara 49-62 kg/ha. Dengan tingkat produktivitas yang rendah tersebut dan harga minyak nilam (saat ini) Rp 145 000,-/kg, pengusahaan nilam secara menetap dengan biaya Rp 7-12 juta/ha tidak layak secara finansial.
(2) Mutu Minyak Rendah Dan Bervariasi. Teknik penyulingan yang sederhana (terdapat 581 unit penyulingan skala kecil) dan beragamnya varietas nilam yang ditanam merupakan faktor utama penyebab rendahnya mutu minyak. Pe-nyebab utama adalah tingginya inves-tasi untuk membuat alat penyulingan standar. Di lain pihak, nilai tambah dari minyak yang bermutu tinggi, kurang dihargai oleh pembeli/eks-portir, artinya perbedaan harga tidak begitu signifikan antara minyak yang bermutu rendah dengan yang bermutu tinggi.
(3) Fluktuasi Harga. Harga minyak atsiri dalam negeri selalu ditentukan oleh eksportir, sehingga fluktuasi harga sa-ngat erat kaitannya dengan permintaan dan pasokan. Bila pasokan kecil maka harga meningkat dan bila pasokan me-ningkat, harga akan menurun. Pada saat harga meningkat, petani biasanya “beramai-ramai” menanam nilam, sehingga produksi melimpah pada mu-sim berikutnya, melebihi kebutuhan dunia yang terbatas (± 1 500 ton/ tahun), menyebabkan over produksi cepat sekali tercapai, sehingga harga turun. Penurunan harga didorong pula oleh sifat petani yang tidak mampu menahan produknya dalam waktu relatif lama. Pada waktu harga rendah (sering di bawah harga produksi) petani umumnya berhenti memproduksi minyak atau menelantarkan tanamannya. Dengan demikian produk akan berkurang di pasaran dan harga akan meningkat lagi. Siklus demikian berulang terus dan petani pada umumnya tidak pernah mendapatkan harga yang paling tinggi.
Untuk meningkatkan pendapatan petani dan memperkecil resiko harga yang relatif tidak stabil, maka tanaman penghasil minyak atsiri sebenarnya bisa ditanaman di sela-sela tanaman pangan atau perkebunan. Dengan demikian, petani masih dapat memperoleh hasil dari tanaman utamanya, yakni tanaman pangan atau tahunan, dan memperoleh tambahan hasil dari tanaman “selanya”.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan kegiatan ini adalah:
(1) memberdayakan masyarakat binaan dan santri Ponpes Darul Fatah dalam intensifikasi budidaya tanaman pangan dan nilam
(2) melatih santri untuk berwirausaha dibidang pertanian
Manfaat kegiatan ini adalah:
(1) meningkatkan pendapatan petani
(2) menciptakan lapangan kerja baru
(3) mengisi kebutuhan akan minyak nilam unuk keperluan ekspor
(4) mencetak calon-calon tenaga trampil dari kalangan santri di bidang pertanian
1.3 Stakeholder
Pihak yang terkait dengan usaha ini adalah:
(1) Pemda Kabupaten Pesawaran beserta seluruh jajarannya sesuai bidangnya, yaitu Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan, dan Perindustrian.
(2) Masyarakat di lokasi yang terlibat dalam proyek ini.

II. RENCANA OPERASIONAL

2.1 Calon Lokasi
Tanaman nilam dapat tumbuh subur pada tanah regosol, latosol dan alluvial dengan tekstur tanah lempung berpasir, atau lempung berdebu dan keasaman tanah antara pH = 6 - 7 dan mempunyai daya resapan tanah yang baik dan tidak menyebabkan genangan air pada musim hujan. Untuk menghasilkan daun nilam dengan konsentrasi minyak yang tinggi diperlukan sinar matahari yang jatuh secara langsung sekalipun daun nilam menjadi lebih kecil dan tebal sehingga seakan berfungsi sebagai pelindung akan menghasilkan tanaman nilam yang berdaun hijau, lebar tipis namun kadar minyaknya lebih rendah.
Persyaratan agroklimat nilam adalah sebagai berikut:
• Tanah : Gembur banyak mengandung bahan organik , tidak tergenang dan pH tanah antara 6 - 7
• Temperatur : 18 - 27oC
• Ketinggian :100 - 400 m
• Curah Hujan : 2300 - 3000 mm/tahun
• Kelembaban :60 - 70%
Disamping pertimbangan teknis, beberapa hal juga dipertimbangkan :
(1) Masyarakatnya/petani memang membutuhkan bantuan
(2) lokasi tidak jauh dari jalan raya dan mudah dijangkau oleh alat transportasi
(3) sarana dan prasarana lainnya untuk kegiatan mendukung
Berdasarkan pertimbangan di atas , maka dipilih tiga calon lokasi yang terletak di Desa Sinar Harapan, Kecamatan Kedondong, Pesawaran.

2.2 Aspek Teknis Agronomi
Tanaman nilam akan ditumpangsarikan dengan tanaman jagung pada musim hujan dan akan menjadi tanaman utama selama musim kemarau. Dengan jarak tanam jagung dalam barisan 25 cm x 25 cm dan antar barisan 1 m, maka tanaman nilam akan ditanam di antar barisan, sehingga tanaman jagung dan nilam akan menempati proposi sekitar 50% dari luas wilayah.

Untuk dapat memberikan hasil panen secara terus menerus maka perlu ada jadwal penanaman per kelompok petani. Apabila diasumsikan untuk memenuhi kapasitas penyulingan dengan kapasitas pasu pemasak 100 kg per sekali masak maka apabila dalam satu hari direncanakan 2 kali pemasakan maka akan dibutuhkan 200 kg daun kering dan lahan yang siap panen perhari 400 kg daun kering yang ekivalen dengan 0,125 hektar lahan. Apabila dalam satu bulan dilakukan 25 hari kerja maka akan diperlukan 3,125 hektar lahan siap panen.

Seluruh bagian tanaman nilam pada dasarnya mengandung minyak nilam namun dengan kadar yang berbeda. Kadar terbesar ada pada daunnya namun dalam proses penyulingan daun dan batang disuling secara bersama-sama. Pemanenan dilakukan pada umur 7 - 9 bulan setelah tanam dan panen berikutnya dapat dilakukan 3 - 4 bulan sekali hingga umur produktif 3 tahun setelah itu tanaman diremajakan.
2.3 Penyulingan
Peralatan penyulingan terdiri atas (Gambar 1) terdiri dari :
• Ketel uap
• Pasu penguapan dengan tungku pemanasan dengan bahan baku kayu atau batu bara
• Pipa pendingin
• Bak air pendingan
• Gelas penampung










Gambar 1. Bagan alat penyulingan nilam

Proses yang dilakukan dalam penyulingan minyak nilam adalah : daun nilam kering dimasukkan dalam pasu pendidih/pasu penguap airnya diperoleh dari ketel penguap. Uap mengalir kedalam daun nilam dan membawa minyak nilam dan pada proses pendinginan di pipa pendingin campuran air dan minyak mengembun kemudian ditampung pasu. Dalam pasu campuran air dan minyak dipisahkan dengan alat pemisah atau secara sederhana disendok. Hasil minyak disimpan dalam drum yang dilapisi seng (zinc coated).

Kapasitas pasu penguap 100 kg daun kering per sekali masak, waktu penguapan 8 jam dan hasil minyak nilam antara 2,50 - 3,0 kg. Kebutuhan bahan bakar persekali pemasakan 0,25 m3.

III. RENCANA KEUANGAN


3.1 Modal yang dibutuhkan

Untuk memulai usaha ini diperlukan modal kerja yang cukup. Jamaah dari Ponpes Darul Fattah yang tersebar di 3 kecamatan di Kab. Lampung Tengah akan menyediakan lahan untuk aktivitas ini, juga masyarakat yang menjadi binaan. Demikian juga perkantoran dan lokasi tempat penyulingan sudah tersedia di Desa Sinar Harapan, Kedondong. Di lokasi yang direncanakan, juga telah tersedia lokasi untuk penyulingan. Oleh karena itu, lahan tidak perlu dilakukan penyewaan secara khusus. Meskipun demikian untuk kepentingan analisis ekonomi, biaya sewa tanah tetap diperlukan untuk dihitung.

3.2 Analisis Usaha Tani dan Biaya Produksi

Secara ekonomis budidaya tanaman nilam yang ditumpangsarikan dengan tanaman jagung cukup menguntungkan. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan analisis usaha tanai sbb:
(1) luasan yang digunakan sekitar 7%5 untuk nilam dan 25% untuk jagung, sehingga produksi nilam hanya 75% dari kapasitasnya dalam 1 ha
(2) produksi daun kering siap suling 5 t/ha, sehigga dalam 1 tahun sebanyak 15t/ha, akan tetapi karena hanya 75% dari luasan wilayah, maka asumsi produksinya hanya 9t/ha yang turun menjadi 8t/ha pada tahun terakhir
(3) harga yang berfluktuasi, sehingga diasumsikan harga terendah Rp 200.000/kg minyak nilam dan tertinggi 250-ribu per kg.
Dalam masa 3 tahun tanaman nilam sudah dapat menghasilkan laba. Investasi yang dibutuhkan untuk budidaya tanaman nilam 1 ha dalam tempo 3 tahun berjumlah Rp17.098.000, Sementara penerimaan yang diharapkan bernilai Rp 31- 65 juta tergantung harga pasaran.

Tabel 2. Analisis Usaha Tani Nilam untuk 1 ha (kapasitas 75%)

0 I II III Total
A. Investasi x 1000 x 1000 x 1000 x 1000
1 Sewa lahan 1500
2 Bibit 1500
3 Alat 500
4 Pupuk kandang 1500
5 Pupuk buatan 850
6 Pestisida 350
7 ZPT 400
8 Tenaga kerja 1288
Total A 7888

B. Operasional
1 Pupuk buatan 850 900 900
2 ZPT 300 250 250
3 tenaga kerja 1883 1772 1505
4 Pestisida 200 200 200
Total B 3233 3122 2855 9210

C. Total A + B 7888 3233 3122 2855 17098

D. Penerimaan dg harga
200 ribu/kg 18000 16000 15000 49000
250 ribu/kg 22500 22500 20000 65000

E. Keuntungan/th
200 ribu/kg 6879 12878 12145 31902
250 ribu/kg 11379 16145 14023 47902



3.3 Modal Kerja yang dibutuhkan
Modal kerja yang diperlukan dengan asumsi sbb:
1) satu wilayah kegiatan akan meliputi satu kecamatan yang meliputi 20 ha, sehingga total wilayah yang akan dijangkau proyek ini 60 ha.
2) satu wilayah ada ada 1 unit penyulingan minyak nilam beserta lantai jemur dan gudangnya
3) selama aktivitas proyek, akan ada penyuluhan di bidang agama dan ekonomi (community development), sebagai cikal bakal pembentukan baitul maal, sehingga dana yang ada akan terus bergulir
4) biaya pengelolaan meliputi gaji untuk management, peralatan kantor, pajak, ATK, serta untuk aktivitas kantor sehari-hari, serta dana untuk pengawasan.

Tabel 3. Modal kerja yang diperlukan
Jenis investasi
Lokasi Biaya Jumlah
x 1000 x 1000
Persiapan dan sosialisasi 3 15000 45000
Penyiapan lahan 3 7888 473280
Alat distilasi 3 15000 45000
Bangunan dan kolam distilasi 3 10000 30000
Lantai jemur 3 12000 36000
Penyuluhan-(community development) 3 15000 45000
Pengelolaan 3 15000 540000
1214280


ANALISIS CASH-FLOW SEDERHANA



Keterangan Musim tanah (tahun)
2006-2007 2007-2008 2008-2009 2009-2010
x 1000
Pinjam dana bergulir 1,214,280 0 0 0
Penjualan 0 1,350,000 1,350,000 1,200,000
Biaya operasional 0 115,000 115,000 115,000
Penerimaan lain 0 66,000 325,000 396,000
Total cash inflow 1,301,000 1,560,000 1,481,000
Keuntungan 86,720 345,720 266,720

Berdasarkan analisis cash-flow sederhana, maka terlihata bahwa pada tahun kedua usaha ini sudah memberikan keuntungan sebesar 86,720 juta. Artinya, usaha ini layak dilakukan.

25 Mei 2009

Kesimpulan, Implikasi dan Saran Serta Tehnik Penulisan Laporan PTK



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belakangan ini Penelitian Tindakan Kelas (PTK) semakin menjadi trend untuk dilakukan oleh para profesional sebagai upaya pemecahan masalah dan peningkatan mutu di berbagai bidang. Awal mulanya, PTK, ditujukan untuk mencari solusi terhadap masalah sosial (pengangguran, kenakalan remaja, dan lain-lain) yang berkembang di masyarakat pada saat itu. PTK dilakukan dengan diawali oleh suatu kajian terhadap masalah tersebut secara sistematis. Hal kajian ini kemudian dijadikan dasar untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam proses pelaksanaan rencana yang telah disusun, kemudian dilakukan suatu observasi dan evaluasi yang dipakai sebagai masukan untuk melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada tahap pelaksanaan. Hasil dari proses refeksi ini kemudian melandasi upaya perbaikan dan peryempurnaan rencana tindakan berikutnya. Tahapan-tahapan di atas dilakukan berulang-ulang dan berkesinambungan sampai suatu kualitas keberhasilan tertentu dapat tercapai.

Dalam bidang pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, PTK berkembang sebagai suatu penelitian terapan. PTK sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan tahap-tahap PTK, guru dapat menemukan solusi dari masalah yang timbul di kelasnya sendiri, bukan kelas orang lain, dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik pembelajaran yang relevan secara kreatif. Selain itu sebagai penelitian terapan, disamping guru melaksanakan tugas utamanya mengajar di kelas, tidak perlu harus meninggalkan siswanya. Jadi PTK merupakan suatu penelitian yang mengangkat masalah-masalah aktual yang dihadapi oleh guru di lapangan. Dengan melaksanakan PTK, guru mempunyai peran ganda : praktisi dan peneliti.

Ada beberapa alasan mengapa PTK merupakan suatu kebutuhan bagi guru untuk meningkatkan profesional seorang guru :

1. PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya. Dan menjadikan guru lebih reflektif dan kritis terhadap perlakukan yang diterapkan.

2. PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru tidak lagi sebagai seorang praktis, yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan selama bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi, namun juga sebagai peneniliti di bidangnya.

3. Dengan melaksanakan tahapan-tahapan dalam PTK, guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap apa yang terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Tindakan yang dilakukan guru semata-mata didasarkan pada masalah aktual dan faktual yang berkembang di kelasnya.

4. Pelaksanaan PTK tidak menggangu tugas pokok seorang guru karena dia tidak perlu meninggalkan kelasnya. PTK merupakan suatu kegiatan penelitian yang terintegrasi dengan pelaksanaan proses pembelajaran.

5. Dengan melaksanakan PTK guru menjadi kreatif karena selalu dituntut untuk melakukan upaya-upaya inovasi sebagai implementasi dan adaptasi berbagai teori dan teknik pembelajaran serta bahan ajar yang dipakainya.

6. Penerapan PTK dalam pendidikan dan pembelajaran memiliki tujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara berkesinambungan sehingga meningkatan mutu hasil instruksional; mengembangkan keterampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan efisiensi pengelolaan instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti pada komunitas guru.

Dengan dilaksanakannya PTK, berarti guru juga berkedudukan sebagai peneliti, yang senantiasa bersedia meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya. Upaya peningkatan kualitas tersebut diharapkan dilakukan secara sistematis, realities, dan rasional, yang disertai dengan meneliti semua “ aksinya di depan kelas sehingga gurulah yang tahu persis kekurangan-kekurangan dan kelebihannya. Apabila di dalam pelaksanaan “aksi” nya masih terdapat kekurangan, dia akan bersedia mengadakan perubahan sehingga di dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya tidak terjadi permasahan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan. Sementara itu, dilaksanakannya PTK di antaranya untuk meningkatkan kualitas pendidikan atau pangajaran yang diselenggarakan oleh guru/pengajar-peneliti itu sendiri, yang dampaknya diharapkan tidak ada lagi permasalahan yang mengganjal di kelas.


BAB II

PEMBAHASAN MASALAH

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Pada sub bab ini, yang dimaksudkan dengan kesimpulan penelitian adalah pernyataan singkat tentang hasil analisis deskripsi dan pembahasan tentang hasil pengetesan hipotesis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya.Tujuan penulisan kesimpulan adalah untuk memberikan kesempatan dan informasi kepada para pembaca guna mengetahui secara cepat tenetang apa hasil akhir ayang diperoleh dari penelitian yang telah digunakan.

Pada bagian kesimpulan ini peneliti dapat menyampaikan ringkasan hasil yang dianggap penting, dengan tidak menggunakan bahsa statistik lagi. Mereka dianjurkan menguraikan hasil analisis data dengan bahasa yang mudah dipahami oleh para pembaca maupun oleh orang-orang yang berkepentingan. Oleh karena itu, beberapa istilah seperti misalnya: nilai signifikan, kesalahan type satu dan kesalahan typedua, ditolak atau diterimanya suatu analisis diganti dengan bahasa yang mudah dipahami sehingga orang lain termasuk para pembaca, sponsor, dan para pengambil keputusan dapat mengerti dan menggunakan secara tepat.

Kesalahan yang sering ditemui adalah peneliti membuat kesimpulan yang lain yang bukan dari hasil analisis data, tetapi memberikan tafsiran mereka menurut gambaran yang telah ada dalampikiran peneliti. Sering ditemui pula terutama pada para peneliti muda, subtansi kesimpulan diisi dengan menyerang pendapat orang lain yang berbeda, dan menguatkan atau mendukung, ketika hasil penelitian mereka sesuai dengan apa yang telah mereka dapatkan.

Hal yang demikaian mestinya dibatasi, dan bila seandainya memang perlu,sebagai contoh misalnya penelitian yang dilakukan adalah penelitian replikasi atau pengulangan pada penelitian yang sudah dilakakan oleh orang lain. Maka uraian atau ulasan yang mengaitkan dengan hasil penelitian replikasi tersebut dapat ditempatkan pada bagian lain, yaitu bagian implikasi yang fungsinya membandingkan antara hasil penelitian yang lalu dengan hasil penelitian yang baru dilakukan, diterngkan pada sub bagian berikutnya yaitu bagian implikasi.

B. IMPLIKASI

Dalam subbagian ini peneliti dapat melaporkan suatu analisis yang lebih mendalam yang berkaitan dengan kesimpulan utamanya. Ketika terjadi rangkaian yang perlu mendapatkan penjelasan menngapa sustukesimpulan itu terjadi dan menarik untuk diketahui oleh para pemabaca atau pengguna lainnya seperti semisalnya ketika:

  1. Peneliti ternyata dalam melaksanakan studinya menemui kesenjangan antara tujuan secara teoritis yang berlaku selama ini dengan hasil temuan yang baru saja dilakukan. Pada bagian ini, seoarang peneliti merunut atu mengajukan kembali tahapan-tahapan yang sistimatis sehingga memperoleh hasil temuan.
  2. Penelitimenemukan halyang berharga yang sebelumnya belum perhatian atau terabaikan disebabkan faktor-faktor tertentu. Peneliti dalambab ini dapat memberikan keterangan logis yang dapat mendukung mengapa faktor-faktor tersebut terjadi.
  3. Hasil penelitian ternyata bertentangan dengan hasil penelitian yang telah dilaksanakan terlebih dahulu. Pada kesempatan ini peneliti dapat menganalisisi dimana kemungkinan terjadi perbedaan kondisi atau apa penyebab terjadinya perbedaan tersebut. Peneliti dalam hal ini dapat mengajukan argumentasi baru atau jawaban sementara yang mungkin perlu dikaji lebih lanjut.

Beberapa laporan penelitian, disamping mendiskusikan hal-hal seperti tersebut diatas, pada bagian implikasi juga melaporkan tentang kemungkinan konsekwensi hasil temuan penelitian apabila diterapkan dilapangan. Apa yang perlu dilakukan agar hasil tersebut dapat memberikan kontribusi yang maksimal dalam penggunaan dan mengeliminasi resiko negatifnya.

C. SARAN-SARAN

Saran yang diberikan kepada para pembaca, sebaiknya saran-saran yang betul-betul didasarkan atas hasil temuan dalam studi yang telah dilakukan, dan bukan berupa pendapat atau tinjauan idealis pribadi peneliti. Ditanbah lagi saran yang diajukan hendaknya saran yang konstruktif dengan mengacu kepada terpenuhinya beberapa persyaratan saran yang baik seprti dibawah ini:

  1. Saran sebaiknya diuraiakan secara singkat dengan bahasa yang jelas.
  2. Saran mempunyai sasaran subjek yang jelas yang memeiliki otoritas penerapan misalnya kepela sekolah, guru, atau para penyelenggara pendidikan.
  3. Saran sebaiknya disertai pula dengan tindakan operasional yang memungkinkan dapat dilakukan.
  4. Saran sebiknya disertai pula dengan kriteria indikator keberhasilan, jika saran-saran yang diajurkan tersebut dapat dilakasanakan.
  5. Saran dalam laporan penelitian pada prinsipnya dapat juga berupa himbawan untukmelekukan penelitian sejenis yang menekankan pada pendalaman.


D. TEKNIK PENYUSUNAN LAPORAN PTK

Dalam menulis laporan PTK ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, Berikut in merupakan sistimatis penulisan laporan PTK:

  1. Proposal PTK

Proposal PTK mencakup:

a. Judul Penelitian
Judul penelitian hendaknya menyatakan dengan akurat dan padat permasalahan serta bentuk tindakan yang dilakukan. Formulasinya singkat, jelas, dan sederhana namun secara tersirat telah menampilkan sosok PTK.
Contoh:
Pemberian Tugas Tambahan untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Pokok Bahasan Soal Cerita pada Siswa kelas VI SDN 2 Blorok Kabupaten Kendal Tahun Pelajaran 2006/2007

b. Latar Belakang Masalah
Ada dua hal yang perlu ditelaah dalam latar belakang masalah, yakni: kondisi ideal dan realitas dilapangan. Dimulai mengupas hal-hal yang bersifat ideal, lantas muncul permasalahan. Yang perlu diingat: munculnya permasalahan perlu didukung dengan data, pengamatan, teori, dan bila perlu penelitian terdahulu.

c. Permasalahan
Sebelum merumuskan permasalahan, seorang peneliti perlu mengidentifikasi permasalahan. Pada dasarnya masalah berpangkal pada sesuatu yang ideal. Masalah akan muncul jika kita menyadari adanya kesenjangan di lingkungan kita. Priyono (2000) mengatakan bahwa merupakan kesalahan besar menerapkan suatu intervensi tanpa diketahui terlebih dahulu akar permasalahan. Ditambahkan Arikunto (1991) bahwa permasalahan dalam penelitian dibedakan atas tiga yakni deskriptif, komparatif, dan korelatif.
Contoh:
1) Bagaimana penerapan pemberian tugas tambahan untuk meningkatkan prestasi belajar matematika pokok bahasan soal cerita?"
2) Apakah pemberian tugas tambahan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika pokok bahasan soal cerita?

d. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Pada dasarnya tujuan penelitian merupakan suatu rumusan yang isi pokoknya adalah target yang akan dicapai dalam suatu penelitian. Tujuan penelitian perlu diselaraskan dengan permasalahan.
Manfaat penelitian dibedakan dua hal, yakni teoretis dan praktis. Manfaat teoretis berkaitan dengan penerapan teori sedangkan praktis berkaitan dengan orang, badan, organisasi, dan lembaga.

e. Landasan Teoretis
Ada empat hal yang perlu diungkap dalam landasan teoretis, yakni kajian pustaka, kajian teori, kerangka berpikir, dan hipotesis tindakan.
Kajian pustaka memuat konsep yang bersangkutan dengan masalah yang hendak diteliti dan menelaah hasil-hasil penelitian terdahulu.

Kajian teori memuat teori-teori yang mendukung persoalan yang dibahas. Dalam konteks ini, peneliti perlu cerdas dalam menyusun teori-teori yang digunakan. Yang perlu diingat: dalam penyusunan teori-teori, peneliti harus cerdas dalam mengolah bahasa sehingga tidak terkesan comot sana-comot sini tanpa memberikan apresiasi terhadap yang dikutip.

Kerangka berpikir merupakan argumentasi teoretik terhadap permasalahan yang dibahas. Dalam kerangka berpikir terdapat ulasan singkat mengenai asumsi bahwa melalui tindakan tertentu dapat meningkatkan sesuatu, selaras permasalahan penelitian.

Hipotesis tindakan merupakan simpulan dari landasan teoretis dan kerangka berpikir.

Contoh:
Melalui pemberian tugas tambahan, prestasi belajar Matematika siswa kelas VI SDN 1 Magelung tahun pelajaran 2005/2006 dapat meningkat

f. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang ditempuh untuk memecahkan permasalahan penelitian. Dalam metode penelitian dibahas: (1) setting penelitian dan karakteristrik subjek penelitian, (2) variable yang diteliti, (3) rencana tindakan, (4) data dan cara pengumpulannya, (5) indikator keberhasilan.

Dalam setting penelitian dan karakteristrik subjek penelitian diungkapkan kelas berapa penelitian dilakukan dan bagaimana karakteristik kelas tersebut, seperti jumlah siswa, komposisi siswa menurut jenis kelamin, latar belakang sosial ekonomi, kategori kelas, dan sejenisnya.

Variabel penelitian merupakan gejala yang diamati dan menjadi titik incar/fokus untuk menjawab permasalahan.

Ada beberapa model rencana PTK, yakni model Kurt Lewin, Kemmis & Mc Taggart, John Elliot, dan Hopkins (Nurhalim 2000). Dari beberapa model tersebut, model Kurt Lewin merupakan model yang paling sederhana, yang mencakupi:

1) Perencanaan (planning), yakni persiapan yang dilakukan untuk pelaksanaan PTK, seperti: penyusunan scenario pembelajaran, pembuatan media,

2) Tindakan (acting), yaitu diskripsi tindakan yang akan dilakukan, scenario kerja tindakan perbaikan yang akan dikerjakan, dan prosedur tindakan yang akan diterapkan.

3) Observasi (observing), yaitu kegiatan mengamati dampak atas tindakan yang dilakukan. Kegiatan ini dapatdilakukan dengan cara pengamatan, wawancara, kuesiober atau cara lain yang sesuai dengan data yang dibutuhkan.

4) Refleksi (reflecting), yaitu kegiatan evaluasi tentang perubahan yang terjadi atau hasil yang diperoleh atas data yang terhimpun sebagai bentuk dampak tindakan yang telah dirancang. Berdasarkan langkah ini akan dapat diketahui perubahan yang terjadi dan dilakukan telaah mengapa, bagaimana, dan sejauhmana tindakan yang ditetapkan mampu mencapai perubahan atau mengatasi masalah secara signifikan. Bertolak dari refleksi ini pula suatu perbaikan tindakan dalam bentuk replanning dapat dilakukan.

g. Dalam PTK, data perlu diuraikan secara jelas. Format dapat bersifat kualitatif, kuantitatif atau kombinasi di antara keduanya. Cara pengumpulan data dapat melalui pengamatan, tes, jurnal harian, dan sejenisnya.Indikator keberhasilan merupakan tolok ukur keberhasilan kinerja dari tindakan yang dilakukan.
Contoh:
1) Guru terampil mengelola proses belajar-mengajar matematika dengan memberikan tugas tambahan khususnya pokok bahasan soal cerita.

2) Terjadi interaksi aktif antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa sehingga suasana proses belajar-mengajar dapat kondusif.
3) 85% siswa kelas VI SDN 1 Magelung mengalami ketuntasan belajar.

h. Jadwal Penelitian
Jadwal kegiatan penelitian disusun dalam bentuk matriks yang menggambarkan urutan kegiatan dari awal hingga akhir.

i. Daftar Pustaka
Daftar pustaka disusun menurut abjad pengarang., tahun terbit. Judul Buku, nama kota, dan nama penerbit.
Contoh:
Sutajaya, Tri Elang. 2004. Menjadi Guru yang Cerdas di Era Kompetitif. Semarang: Panca Agni.

2. Menyusun Laporan Penelitian Tindakan Kelas


Setelah proposal disetujui oleh pihak yang berwenang (kepala sekolah, kepala Cabang Dinas Pendidikan, dan sejenisnya) kemudian peneliti mengadakan treatment sesuai prosedur dalam proposal. Setelah mendapatkan data secara holistic maka kegiatan selanjutnya adalah menyusun laporan PTK.

a. Laporan PTK adalah laporan yang ditulis secara sistematis berdasarkan penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri. Laporan ini ditulis karena merupakan dokumen yang dapat dijadikan acuan, harus diserahkan kepada pihak sponsor, serta dapat diketahui oleh umum, terutama oleh para guru yang barangkali mengalami masalah yang sama dengan yang dilaporkan.

b. Sistematika laporan PTK pada umumnya tidak jauh berbeda dari laporan penelitian formal. Sesuai dengan format Laporan PTK yang terdapat dalam Panduan Direktorat Jenderal Pendidikan, maka Sistematika Laporan PTK dibuat sebagai berikut.

a. Judul
b. Abstrak

c. Bab I : Pendahuluan berisi latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian.

d. Bab II : Landasan Teoretis berisi Kajian Pustaka, Kajian Teori, Kerangka Berpikir, dan Hipotesis Tindakan.

e. Bab III : Metode Penelitian terdiri atas (1) setting penelitian dan karakteristrik subjek penelitian, (2) variable yang diteliti, (3) rencana tindakan, (4) data dan cara pengumpulannya, (5) indikator keberhasilan.

f. Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

g. Bab V : Penutup terdiri atas simpulan dan saran/rekomendasi.

h. Daftar Pustaka


BAB III

PENUTUP

  1. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan. Sementara itu, dilaksanakannya PTK di antaranya untuk meningkatkan kualitas pendidikan atau pangajaran yang diselenggarakan oleh guru/pengajar-peneliti itu sendiri, yang dampaknya diharapkan tidak ada lagi permasalahan yang mengganjal di kelas. Dan dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan kesimpulan dalam PTK adalah: pernyataan singkat tentang hasil analisis deskripsi dan pembahasan tentang hasil pengetesan hipotesis yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, Sedangkan Implikasi adalah: subbagian yang dimana peneliti dapat melaporkan suatu analisis yang lebih mendalam yang berkaitan dengan kesimpulan utamanya.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Bhineka Cipta.

Sukardi.2008. Metodologi Penelitian Pendidikan.Yogyakarta: Bumi Aksara.

Sugiono.2066. Metode penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitaif dan R&D. Alfa Beta: Bandung

Suryabrata, Sumadi. 2009. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers.

http://re-searchengines.com/1207trimo1.html

http://massofa.wordpress.com/2008/01/13/analisis-hasil-penelitian-tindakan-kelas-ptk-tindak-lanjut-dan-penulisan-laporan/

28 April 2009

Teori Kognitive

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
Otak manusia dianggap mempunyai struktur paling kompleks di dunia ini (Woolley, 2001). Otak manusia mempunyai berat kira-kira 3 pounds, terdiri dari 97% pusat sistem syaraf, 2 % dari berat tubuh, dan menggunakan 20 persen energi yang dimiliki oleh tubuh. Diperkirakan bahwa otak adalah sekumpulan dari 30 sampai 100 miliar neuron dengan satu bilion penghubung (Greenngard, 2001).
Hermann Ebbinghans mengadakan eksperimen pertama tentang manusia untuk mempelajari ” Learning and Memory” 1885, beberapa tahun kemudian Ivan Pavlov dan Edgar Thorndike melakukan eksperimen pada binatang. Metode eksperiemen ini yang mana studi tentang ”Learning and Memory” mengarahkan kepada perkembangan psikologi di sekolah yang disebut ”Behaviorism”. Para ahli behaviorism memfokuskan pada menguji atau mengamati hubungan antara stimulus dengan respons pada binatang, tetapi menghindari proses mental. Pada tahun 1960-an, muncul aliran baru daripada ilmu pengetahuan yaitu ”Cognitive Psikology”. Tidak seperti behaviorism, disiplin ilmu ini berhubungan dengan sensor penerima yang secara bertahap digunakan pada memori dan tindakan.
Apa itu learning and memory?
Learning adalah proses yang mana kita memperoleh pengetahuan, sedangkan memory adalah hasil yang kita dapat pengetahuan sepanjang waktu. Jadi dalam learning melibatkan suatu proses atau kegiatan yang dilakukan seseorang dalam memperoleh pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh tersebut akan disimpan diotak yang berupa memori. Jadi memory itu adalah ”outcome” daripada Learning. Tidak mungkin kita menganggap itu suatu ” learning” tanpa memory. Demikian sebaliknya memory tidak ada tanpa learning.
Mengingat adalah proses pembelajaran yang berkaitan dengan pemahaman dan penggunaan apa yang didengar dan dilihat dengan baik (PPK Malaysia, 2001). Mengingat juga merupakan suatu kemahiran untuk mengingat kembali dengan menyebut atau menulis fakta dan kejadian yang berlaku selepas beberapa lama ( PPK Malaysia, 2001).
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Pada masa awal-awal diperkenalkannya teori ini, para ahli mencoba menjelaskan bagaimana siswa mengolah stimulus, dan bagaimana siswa tersebut bisa sampai ke respons tertentu (pengaruh aliran tingkah laku masih terlihat di sini). Namun, lambat laun perhatian ini mulai bergeser. Saat ini perhatian mereka terpusat pada proses bagaimana suatu ilmu yang baru berasimilasi dengan ilmu yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa.
Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, menyeluruh. Ibarat seseorang yang memainkan musik, orang ini tidak “memahami” not-not balok yang terpampang di partitur sebagai informasi yang saling lepas berdiri sendiri, tetapi sebagai satu kesatuan yan secara utuh masuk ke pikiran dan perasaannya.
I.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai awal pertumbuhan teori-teori belajar psikologi kognitif, beberapa nama penting yang diasosiasikan dengan teori belajar kognitivisme, serta permasalahan dan solusi yang ada pada teori pembelajaran kognitivisme.
I.3 Implikasi terhadap Proses Belajar:
1. Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa
2. Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari siswa “saat ini” dengan apa yang akan dipelajari siswa siswa sedemikian rupa sehingga
3. Mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah
4. Untuk meningkatkan kemampuan berfikir, dan menjadi pembelajar yang sukses, maka pengajar yang menganut paham Kognitivisme banyak melibatkan kegiatan dimana faktor motivasi, kemampuan problem solving, strategi belajar, memory retention skill sering ditekankan.

II. PEMBAHASAN

II.1 Awal Pertumbuhan Teori-Teori Belajar Psikologi Kognitif

Psikologi kognitif mulai berkembang dengan lahirnya teori belajar Gestalt. Peletak dasar psikologi Gestalt adalah Mex Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving. Sumbangannya ini diikuti oleh Kurt Koffka (1886-1941) yang menguraikan secara terperinci tentang hukum-hukum pengamatan, kemudian Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang insight pada simpanse. Penelitian-penelitian mereka menumbuhkan psikologi Gestalt yang menekankan bahasan pada masalah konfigurasi, struktur dan pemetaan dalam pengalaman kaum Gestaltis berpendapat bahwa pengalaman itu berstruktur yang terbentuk dalam suatu keseluruhan yang terorganisasi, bukan dalam bagian-bagian yang terpisah.

Suatu konsep yang penting dalam Psikologi Gestalt adalah tentang “insight” yaitu pengamatan/pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Insight itu sering dihubungkan dengan pernyataan spontan “aha” atau “oh,see-now”.

Kohler (1927) menemukan tumbuhnya insight pada seekor simpance pada masalah bagaimana memperoleh pisang yang terdapat di luar kurungan atau tergantung di atas kurungan. Dalam eksperimen itu Kohler mengamati, bahwa kadangkala Simpanse dapat memecahkan masalah secara mendadak, kadangkala gagal meraih pisang, kadangkala duduk merenungkan masalah, dan kemudian secara tiba-tiba menemukan pemecahan masalah

Werheimer (1945) menjadi orang gestaltis yang mula- mula menghubungkan pekerjaannya dengan proses belajar di kelas. Dari pengamatannya itu, ia menyesalkan penggunaaan metode menghafal di sekolah dan menghendaki agar murid belajar dengan pengertian., bukan hafalan akademis.

Menurut pandangan Gestaltis , semua kegiatan belajar (baik pada simpanse maupun pada manusia) menggunakan insight atau pemahaman terhadap hubungan- hubungan, terutama hubungan- hubungan antara bagian dan keseluruhan. Menurut Psikologi Gestalt, tingkat kejelasan atau keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar adalah lebih meningkatkan belajar seseorang daripada dengan hukuman atau ganjaran.

Ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan-penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajar sebagai proses hubungan stimulus-response-reinforcement. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh reward dan reinforcement. Mereka ini adalah para ahli jiwa aliran kognitifis. Menurut pendapat mereka, tingkah laku seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi belajar, sesorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi, kaum kognitifis berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung pada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada didalam suatu situasi. Keseluruhan adalah lebih dari bagian-bagiannya . Mereka memberi tekanan pada organisasi pengamatan atas stimuli di dalam lingkungan serta pada faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan.
Kognitivisme: Berbeda dengan paham behaviorisme, paham kognitivisme lebih terfokus pada masalah atau pertanyaan yang berkenaan dengan kognisi, atau pengetahuan. Menurut para pendukung teori ini, belajar adalah suatu proses mental, yang tidak selalu harus bisa diamati, yang bisa juga diberi nama pemrosesan informasi. Perubahan tingkah laku yang terjadi adalah merupakan refleksi dari interaksi persepsi diri seseorang terhadap sesuatu yang diamati dan dipikirkannya. Menurut para pendukung teori kognitif, bagaimana teori behaviorisme bisa menjelaskan proses belajar yang terjadi pada beberapa siswa yang berbeda, dimana setelah mendapat stimulus yang sama mereka menghasilkan respon yang berbeda? Respon yang berbeda tersebut mestilah hasil dari kapasitas kognisi siswa yang berbeda. Mungkin mereka tidak memiliki motivasi yang sama, mungkin mereka menerapkan cara belajar yang berbeda, mungkin mereka memiliki background knowledge yang berbeda, atau mungkin cara pemecahan masalah yang mereka terapkan juga berbeda. Terdapat banyak kemungkinan yang bisa menyebabkan mengapa stimulus yang sama tidak menghasilkan respon yang sama.
II.2 Beberapa Nama Penting yang Diasosiasikan dengan Teori Belajar Kognitivisme
1) Bruner: Teori Belajar Penemuan (Discovery Learning)
Bruner (1960) mengusulkan suatu pendekatan dalam belajar dimana siswa berinteraksi dengan lingkungannya dengan jalan mengeksplor dan memanipulasi obyek, bergulat dengan sejumlah pertanyaan dan kontroversi atau melakukan percobaan. Ide dasar dari teori ini adalah, siswa akan mudah mengingat suatu konsep jika konsep tersebut mereka dapatkan sendiri melalui proses belajar penemuan (Prinsip belajar: selidiki/inquire dan temukan/discover). Bruner juga memperkenalkan konsep perkembangan kognisi anak-anak yang mewakili tiga bentuk representasi: representasi enactive, iconic dan symbolic.
Pada tahap enactive misalnya, pengetahuan anak diperoleh dari aktivitas gerak yang dilakukannya seperti pengalaman langsung atau kegiatan konkrit. Tahap representasi iconic adalah masa ketika pengetahuan anak diperoleh melalui sajian gambar, atau grafis lainnya seperti film dan gambar statis. Sedangkan tahap representasi symbolic adalah suatu tahap dimana anak mampu memahami atau membangun pengetahuan melalui proses bernalar dengan menggunakan simbol bahasa seperti kata-kata atau simbolisasi abstrak lainnya.
Menurut pandangan Bruner (1964) bagwa teori belajar itu bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu bersifat perspektif. Misalnya, teori belajar memprediksikan berapa usia maksimum seorang anak untuk belajar penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara-cara mengajarkan penjumlahan.
2) Ausubel : Teori Belajar Bermakna
Ausubel berpendapat bahwa guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif siswa melalui proses belajar yang bermakna.
Sama seperti Bruner dan Gagne, Ausubel beranggapan bahwa aktivitas belajar siswa, terutama mereka yang berada di tingkat pendidikan dasar akan bermanfaat kalau mereka banyak dilibatkan dalam kegiatan langsung. Namun untuk siswa pada tingkat pendidikan lebih tinggi, maka kegiatan langsung akan menyita banyak waktu. Untuk mereka, menurut Ausubel, lebih efektif kalau guru menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi.
Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognisi siswa.
Langkah-langkah yang biasanya dilakukan guru untuk menerapkan belajar bermakna Ausubel adalah sebagai berikut: Advance organizer, Progressive differensial, Iintegrative reconciliation, dan Consolidation.
Advance organizer: Penyampaian awal tentang materi yang akan dipelajari siswa. Diharapkan siswa secara mental akan siap untuk menerima materi kalau mereka mengetahui sebelumnya materi apa yang akan disampaikan guru. Contoh: handout sebelum perkuliahan.
Progressive Differensial: Materi pelajaran yang disampaikan guru hendaknya bertahap. Diawali dengan hal-hal atau konsep yang umum, kemudian dilanjutkan ke hal-hal yang khusus, disertai dengan contoh-contoh.
Integrative reconciliation: Penjelasan yang diberikan oleh guru tentang kesamaan dan perbedaan konsep-konsep yang telah mereka ketahui dengan konsep yang baru saja dipelajari.
Consolidation: Pemantapan materi dalam bentuk menghadirkan lebih banyak contoh atau latihan sehingga siswa bisa lebih paham dan selanjutnya siap menerima materi baru.
3) Robert Gagne: Model Pemrosesan Informasi
Gagne berpendapat bahwa proses belajar adalah suatu proses dimana siswa terlibat dalam aktivitas yang memungkinkan mereka memiliki kemampuan yang tidak dimiliki sebelumnya. Ada delapan tingkat kemampuan belajar menurut Gagne, dimana kemampuan belajar pada tingkat tertentu ditentukan oleh kemampuan belajar di tingkat sebelumnya.
8 Tingkat Belajar Gagne:
1. Signal Learning: dari signal yang dilihat/didengarnya, anak akan memberi respon tertentu. Misalnya ketika melihat seseorang membawa mainan (signal), seorang anak menunjukkan ekspresi gembira.
2. Stimulus-response learning: Seorang anak yang memberikan respon fisik atau vokal setelah mendapat stimulus tertentu. Contoh: Proses awal belajar bahasa dimana anak-anak mengikuti bunyi kata-kata yang dicontohkan orang dewasa.
3. Chaining: Kemampuan anak untuk menggabungkan dua atau lebih hasil belajar stimulus-respon yang sederhana. Chaining terbatas hanya pada serangkaian gerak (bukan serangkaian produk bahasa lisan). Contoh: lari, membuka pintu.
4. Verbal association: Bentuk penggabungan hasil belajar yang melibatkan unit bahasa seperti memberi nama sebuah obyek/benda.
5. Multiple discrimination: Kemampuan siswa untuk menghubungkan beberapa kemampuan chaining sebelumnya. Misalnya menyebutkan nama-nama siswa yang ada di kelas. Mampu membedakan bermacam bentuk benda, cair, padat dan gas.
6. Concept learning: Belajar konsep artinya anak mampu memberi respon terhadap stimulus yang hadir melalui karakteristik abstraknya. Contoh, siswa diperkenalkan dengan konsep kotak. Melalui pemahaman konsep kotak ini, siswa mampu mengidentifikasi benda lain yang berbeda ukuran, warna, maupun materinya, namun masih memiliki karakteristik kotak.
7. Principle learning: Kemampuan siswa untuk menghubungkan satu konsep dengan konsep lainnya. Contoh: hubungan antara diameter dengan keliling suatu lingkaran.
8. Problem solving: Dalam tingkat ini, siswa mampu menerapkan prinsip-prinsip yang telah dipelajari untuk mencapai satu sasaran. Problem solving menurut Gagne adalah tipe belajar yang paling tinggi. Siswa yang mampu menyelesaikan suatu permasalahan melalui serangkaian langkah problem solving diyakini juga menguasai ke tujuh kemampuan belajar di bawahnya.
4) Jean Piaget (1896 - 1980): Cognitive Development Model
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berfikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi Intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah seorang psikolog developmental karena penelitiannya mengenaia tahap- tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. Dia adalah salah seorang psikolog suatu teori komperhensif tentang perkembangan intelegensi atau proses berfikir. Menurut Piaget pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan- kemampuan mental baru yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual adalah tidak kuantiutatif melainkan kualitatif.

Apabila ahli biologi menekankan penjelasan tentang pertumbuhan struktur yang memungkinkan individu mengalami penyesuaian diri dengan li\ngkungan, maka Piaget tekanan penyelidikannya lain. Piaget menyelidiki masalah yang sama dari segi penyesuaiaqn atau adaptasi manusia serta meneliti perkembangan intelektual atau kognisi berdasarkan dalil bahwa struktur intelektual terbentuk didalam individu akibat interaksinya dengan lingkungan.

Piaget memakai istilah scheme secara interchangeably dengan istilah struktur. Scheme dalah pola tingkah laku yang dapat diulang. Scheme berhubungan dengan :
1. Refleks- refleks pembawaan : miasalnya bernafas, makan, minum
2. Scheme mental: misalnya scheme of classification, scheme of operation (pola tingkah laku yang masih sukar diamati seperti sikap ) dan scheme of operation (pola tingkah laku yang dapat diamati)

Menurut Piaget intelegensi itu sendiri terdiri dari 3 aspek yaitu:
a. Struktur, disebut juga scheme seperti yang dikemukakan diatas
b. Isi disebut juga content yaitu pola tingkah laku spesifik tak kala individu menghadapi sesuatu masalah.
c. fungsi disebut juga function yang berhubungan dengan cara seseorang mencapai kemajuan intelektual.fungsi itu sendiri terdiri dari dua macam fungsi invariant,yaitu organisasi dan adaptasi.

Organisasi berupa kecakapan seseorang atau organisasi dalam menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentuk sistem-sistem koheren.

Adaptasi yaitu adaptasi individu terhadap lingkungannya. Adaptasi ini terdiri dari proses komplementer, yaitu asimilasi, akomodasi, dan equilibrasi (penyeimbang). Asimilasi proses penggunaan struktur atau kemampuan individu untuk menghadapi masalah dengan lingkungannya, sedangkan akomodasi proses perubahan respon individu terhadap stimuli lingkungan, dan equilibrisasi adalah penyesuian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

Dengan penjelasan seperti yang diatas dapatlah kita ketahui tentang bagaimana terjadinya pertumbuhan dan perkembangan intelektual.

Pertumbuhan intelektual terjadi karena adanya proses yang kontinu dari adanya equilibrium-disequilibrum. Bila individu dapat menjaga adanya equilibrium, individu akan dapat mencapai tingkat perkembangan intelektual yang lebih tinggi. Pengaplikasian didalam belajar: perkembangan kognitif bergantung pada akomodasi kepada siswa harus diberikan suatu area yang belum diketahui agar ia dapat belajar, karena ia tak dapat belajar dari apa yang telah diketahuinya saja. Ia tak dapat menggantunglan pada asimilasi. Dengan adanya area baru ini siswa akan mengadakan usaha untuk dapat mengakomodasi. Situasi atau area itulah yang akan mempermudah pertumbuhan kognitif.

Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan intelektual anak mengandung tiga aspek, yaitu stucture, content, dan function. Anak yang mengalami perkembangan, struktur dan konten intelektualnya berubah/berkembang. Fungsi dan adaptasi akan tersusun sehingga melahirkan suatu rangkaian perkembangan masing-masing mempunyai struktur psikologis khusus yang menentukan kecakapan pikir anak. Maka Piaget mengartikan intelegensi adalah struktur psikologis yang ada pada tingkat perkembangan khusus.

Piaget mengidentifikasikan empat faktor yang mempengaruhi transisi tahap perkembangan anak, yaitu:
1) Kematangan
2) Pengalaman fisik/lingkungan
3) Transmisi social
4) Equilibrium atau self regulation
Menurut Piaget ada empat tahapan perkembangan kognisi manusia :
1. Tingkat Sensorimotor (0-2 tahun).
Anak mulai belajar dan mengendalikan lingkungan melalui kemampuan panca indera dan gerakannya. Perilaku bayi pada tahap ini semata-mata berdasarkan pada stimulus yang diterimanya. Sekitar usia 8 bulan bayi memiliki pengetahuan object permanence, yaitu walaupun sebuah object pada suatu saat tidak terlihat di depan matanya, tidak berarti obyek tersebut tidak ada. Sebelum usia 8 bulan bayi pada umumnya beranggapan bahwa benda yang tidak mereka lihat berarti tidak ada. Example: Peekaboo game for babies. Pada tahap ini bayi memaknai dunianya berdasarkan pengamatannya atas gerakan/aktivitas yang dilakukan orang-orang disekelilingnya. Misalnya melihat ibu mempersiapkan perlengkapan makannya, bayi mengetahui bahwa ia sebentar lagi akan diberi makan.
2. Tahap Praoperational (2 - 7 tahun)
Anak-anak pada tahap ini sudah mampu berfikir sebelum bertindak, meskipun kemampuan berfikirnya belum sampai pada tingkat kemampuan berfikir logis. Masa 2 - 7 tahun kehidupan anak juga ditandai dengan sikap egocentris, dimana mereka berfikir subyektif dan tidak mampu melihat obyektifitas pandangan orang lain, sehingga mereka sukar menerima pandangan orang lain. Ciri lain dari anak yang perkembangan kognisinya ada pada tahap preoperational adalah ketidakmampuannya membedakan bahwa 2 obyek yang sama memiliki masa, jumlah, atau volume yang tetap walaupun bentuknya berubah-ubah. Contoh, clay ball, string of beads, same amount of water in two different containers. Karena belum mampu berfikir abstrak, maka anak-anak di usia ini lebih mudah belajar jika guru melibatkan pengunaan benda yang konkrit daripada menggunakan hanya kata-kata saja. Contoh: dalam pelajaran berhitung, misalnya, penggunaan benda nyata (batang korek api, koin, dsbnya) lebih memudahkan pemahaman anak.
3. Tahap Concrete Operations (7 - 11 Tahun)
Pada tahap ini pada umumnya anak-anak sudah memiliki kemampuan memahami konsep konservasi (concept of conservacy), yaitu meskipun suatu benda berubah bentuknya, namun masa, jumlah atau volumenya adalah tetap. Anak juga sudah mampu melakukan observasi, menilai dan mengevaluasi sehingga mereka tidak se- egosentris sebelumnya. Kemampuan berfikir anak pada tahap ini masih dalam bentuk konkrit, mereka belum mampu berfikir abstrak, sehingga mereka juga hanya mampu menyelesaikan soal-soal pelajaran yang bersifat konkrit. Aktifitas pembelajaran yang melibatkan siswa dalam pengalaman langsung sangat efektif dibandingkan dengan penjelasan guru dalam bentuk verbal (kata-kata). Contoh, dalam pelajaran IPS, misalnya, siswa akan lebih mudah memahami konsep arah mata angin/kompas barat, timur, utara dan selatan jika guru membawa peta atau bola dunia ke dalam kelas daripada menjelaskan bahwa pulau Kalimantan terletak di sebelah utara pulau Jawa.
4. Tahap Formal Operations (11 Tahun ke atas)
Pada tahap ini kemampuan siswa sudah berada pada tahap berfikir abstrak. Mereka mampu mengajukan hipotesa, menghitung konsekuensi yang mungkin terjadi serta menguji hipotesa yang mereka buat. Kalau dihadapkan pada suatu persoalan, siswa pada tahap perkembangan formal operational mampu memformulasikan semua kemungkinan dan menentukan kemungkinan yang mana yang paling mungkin terjadi berdasarkan kemampuan berfikir analitis dan logis. Pada mulanya Piaget beranggapan bahwa pada usia sekitar 15 tahun hampir semua remaja akan mencapai tahap perkembangan formal operation ini. Namun kenyataan membuktikan bahwa banyak siswa SMU - bahkan sebagian orang dewasa sekali pun- tidak memiliki kemampuan berfikir dalam tingkat ini.
5) Teori Belajar Cognitive- Field dari Lewin
Bertolak dari penemuan Gestalt Psychology, Kurt Lewin (1892- 1947) mengembangkan suatu teori belajar Cognitivifield dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi social. Lewin memandang masing- masing individu berada didalam suatu medan kekuatan, yang bersifat psikologis. Medan kekuatan psikologis dimana individu bereaksi disebut life space. Life space mencakup perwujudan lingkungan dimana individu bereaksi, misalnya: orang- orang yang ia jumpai, objek materiil yang ia hadapi, serta fungsi- fungsi kejiwaan yang ia miliki. Lewin berpendapat, bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antarkekuatan- kekuatan, baik yang dari dalam diri individu seperti tujuan, kebutuhan, tekanan kejiwaan maupun dari luar individu seperti tantangan dan permasalahan. Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan, satu dari struktur medan kognisi itu sendiri, yang lainnya dari kebutuhan dan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan yang lebih penting pada motivasi dari reward.
II.3 Permasalahan dan Solusi yang ada pada Teori Pembelajaran Kognitivisme
Masalah yang sering muncul pada tahapan aplikasi teori-teori kognitivisme di bidang pembelajaran adalah dalam kaitannya dengan pengorganisasian isi pesan atau bahan belajar dan pensturkturan kegiatan belajar mengajar. Hal ini bisa dimengerti mengingat bahwa penelitian dan pengembangan paket-paket program pembelajaran pada berbagai jenis cabang disiplin keilmuwan dan keahlian ternyata tidak menunjukkan hasil yang konsisten. Salah satu faktor yang dominan pengaruhnya terhadap variasi keefektifan pembelajaran adalah struktur bangunan disiplin ilmu yang dipelajari (Scandura, 1984).
Oleh karena itu, cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan output pendidikan dari sudut pandang psikologi kognitif adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada jenjang belajar . Yaitu dari tahapan mengingat, dilanjutkan menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedural atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.

III. PENUTUP

III.1 Simpulan
Bahwa learning and memory adalah dua hal yang saling berkaitan, kegiatan learning and memory selalu beriringan. Kegiatan belajar akan menghasilkan outcome yang disebut memori demikian sebaliknya. Learning merupakan proses yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan sedangkan memory adalah hasil yang diperoleh daripada proeses belajar. Untuk memaksimalkan proses ”Learning” maka para peneliti atau ahli melakukan eksperimen-eksperimen yang bertujuan untuk mengungkap misteri yang terkandung dalam otak manusia yangmana dianggap mempunyai struktur paling kompleks di alam semesta ini. Berbagai penemuan muncul dari eksperimen tersebut seperti: behaviorisme (1910-1950), kognitivisme, kontruktivisme, dan humanisme. Sedangkan yang berhubungan dengan memori dijelaskan bahwa ada tiga jenis sistem ingatan pada manusia: a. Sensori memori (Sensory memory), b. Ingatan jangka pendek (Short term memory), c. Ingatan jangka panjang (Long term memory)

Kognitivisme: Berbeda dengan paham behaviorisme, paham kognitivisme lebih terfokus pada masalah atau pertanyaan yang berkenaan dengan kognisi, atau pengetahuan. Menurut para pendukung teori ini, belajar adalah suatu proses mental, yang tidak selalu harus bisa diamati, yang bisa juga diberi nama pemrosesan informasi. Perubahan tingkah laku yang terjadi adalah merupakan refleksi dari interaksi persepsi diri seseorang terhadap sesuatu yang diamati dan dipikirkannya. Menurut para pendukung teori kognitif, bagaimana teori behaviorisme bisa menjelaskan proses belajar yang terjadi pada beberapa siswa yang berbeda, dimana setelah mendapat stimulus yang sama mereka menghasilkan respon yang berbeda? Respon yang berbeda tersebut mestilah hasil dari kapasitas kognisi siswa yang berbeda. Mungkin mereka tidak memiliki motivasi yang sama, mungkin mereka menerapkan cara belajar yang berbeda, mungkin mereka memiliki background knowledge yang berbeda, atau mungkin cara pemecahan masalah yang mereka terapkan juga berbeda. Terdapat banyak kemungkinan yang bisa menyebabkan mengapa stimulus yang sama tidak menghasilkan respon yang sama.
Beberapa nama penting yang diasosiasikan dengan teori belajar kognitivisme:
1. Bruner : Teori Belajar Penemuan (Discovery Learning)
2. Ausubel : Teori Belajar Bermakna
3. Robert Gagne : Model Pemrosesan Informasi
4. Jean Piaget : Cognitive Development Model
5. Lewin : Cognitive- Field


DAFTAR PUSTAKA

B. Uno, Hamzah. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
http://zalfaasatira.blogspot.com/
Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Strategi Pembelajaran

A. PENGERTIAN STRATEGI BELAJAR MENGAJAR
Belajar menurut ahli yang bernama Gagne (1984) diambil dari buku Strategi Belajar Mengajar oleh Drs. H. Udin. S. Winata Putra, M.A, dkk. Ini adalah suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.[1] Mengajar pada halaman 13 Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memberi pelajaran/ kepandaian, memberikan latihan.
Belajar dan mengajar pada dasarnya adalah persoalan kompleks dalam dunia pendidikan yang memerlukan pengembangan secara terus menerus. Proses belajar mengajar yang melibatkan keberadaan guru dan murid, adalah proses yang dikelilingi begitu banyak masalah. Bagaimana mengajar yang baik, metode apa yang mesti digunakan, bagaimana menciptakan suasana pembelajaran yang mendukung, tujuan pembelajaran seperti apa yang mesti dicapai, dan lain sebagainya adalah pelbagai masalah yang akan ditemui dalam proses tersebut.
Strategi belajar mengajar adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa (Gerlach dan Ely). Strategi belajar-mengajar tidak hanya terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan juga termasuk di dalamnya materi atau paket pengajarannya (Dick dan Carey). Strategi belajar mengajar terdiri atas semua komponen materi pengajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan pengajaran tertentu dengan kata lain strategi belajar mengajar juga merupakan pemilihan jenis latihan tertentu yang cocok dengan tujuan yang akan dicapai (Gropper). Tiap tingkah laku yang harus dipelajari perlu dipraktekkan. Karena setiap materi dan tujuan pengajaran berbeda satu sama lain, makajenis kegiatan yang harus dipraktekkan oleh siswa memerlukan persyaratan yang berbeda pula.
Menurut Gropper sesuai dengan Ely bahwa perlu adanya kaitan antara strategi belajar mengajar dengan tujuan pengajaran, agar diperoleh langkah-langkah kegiatan belajar-mengajar yang efektif dan efisien. Ia mengatakan bahwa strategi belajar-mengajar ialah suatu rencana untuk pencapaian tujuan. Strategi belajar-mengajar terdiri dari metode dan teknik (prosedur) yang akan menjamin siswa betul-betul akan mencapai tujuan, strategi lebih luas daripada metode atau teknik pengajaran.
Metode, adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Hal ini berlaku baik bagi guru (metode mengajar) maupun bagi siswa (metode belajar). Makin baik metode yang dipakai, makin efektif pula pencapaian tujuan (Winamo Surakhmad).
Kadang-kadang metode juga dibedakan dengan teknik. Metode bersifat prosedural, sedangkan teknik lebih bersifat implementatif. Maksudnya merupakan pelaksanaan apa yang sesungguhnya terjadi (dilakukan guru) untuk mencapai tujuan. Contoh: Guru A dengan guru B sama-sama menggunakan metode ceramah. Keduanya telah mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan metode ceramah yang efektif, tetapi hasilnya guru A berbeda dengan guru B karena teknik pelaksanaannya yang berbeda. Jadi tiap guru mungakui mempunyai teknik yang berbeda dalam melaksanakan metode yang sama.

URGENSI STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

Strategi belajar mengajar sangat penting artinya dalam menyikapi berbagai perubahan di segala aspek terutama bidang pendidikan sejalan dengan tuntutan zaman. Dalam hal ini ada kecenderungan guru lebih mementingkan hal-hal yang bersifat teknis mekanis belaka seperti teknik perumusan tujuan pengajaran, teknik evaluasi. Kecenderungan seperti ini mengabaikan hal-hal yang prinsipil yang merupakan misi dari pendidikan itu sendiri yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas manusia seutuhnya.
Proses pendidikan cenderung menjadi usaha merekayasa manusia yang mengarah pada domestikasi berbagai perubahan yang terjadi. Secara universal strategi belajar mengajar dikelompokkan berdasarkan komponen yang mendapat tekanan dalam program pengajaran, dikenal tiga macam yaitu strategi belajar mengajar yang berpusat pada guru, peserta didik, dan materi pengajaran.
Selanjutnya bila dilihat dari kegiatan pengolahan materi, strategi belajar mengajar dapat dibedakan dalam dan jenis :
1. Strategi belajar mengajar ekspositori, di mana guru mengolah secara tuntas pesan atau materi sebelum disampaikan di kelas sehingga peserta didik tinggal hanya menerima saja.
2. Strategi belajar mengajar heuristik atau kuriorstik, di mana peserta didik mengolah sendiri pesan atau materi dengan pengarahan dari guru.
Dengan kearifan dalam implementasikan strategi belajar mengajar tersebut, mutu pendidikan yang dicita-citakan akan terwujud demi mencerdaskan manusia sebagai bagian dari komponen bangsa.

KLASIFIKASI STRATEGI BELAJAR-MENGAJAR


Strategi belajar mengajar, dilihat berdasarkan bentuk dan pendekatan, yaitu Expository dan Discovery/Inquiry : “Exposition” (ekspositorik) yang berarti guru hanya memberikan informasi yang berupa teori, generalisasi, hukum atau dalil beserta bukti bukti yang mendukung. Siswa hanya menerima saja informasi yang diberikan oleh guru. Pengajaran telah diolah oleh guru sehingga siap disampaikan kepada siswa, dan siswa diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya itu, disebut ekspositorik. Hampir tidak ada unsur discovery (penemuan). Dalam suatu pengajaran, pada umumnya guru menggunakan dua kutub strategi serta metode mengajar yang lebih dari dua macam, bahkan menggunakan metode campuran.
Suatu saat guru dapat menggunakan strategi ekspositorik dengan metode ekspositorik juga. Begitu pula dengan discovery/inquiry. Sehingga suatu ketika ekspositorik - discovery/inquiry dapat berfungsi sebagai strategi belajar-mengajar, tetapi suatu ketika juga berfungsi sebagai metode belajar-mengajar.
Guru dapat memilih metode ceramah, ia hanya akan menyampaikan pesan berturut-turut sampai pada pemecahan masalah/eksperimen bila guru ingin banyak melibatkan siswa secara aktif. Strategi mana yang lebih dominan digunakan oleh guru tampak pada contoh berikut: Pada Taman kanak-kanak, guru menjelaskan kepada anak-anak, aturan untuk menyeberang jalan dengan menggunakan gambar untuk menunjukkan aturan : Berdiri pada jalur penyeberangan, menanti lampu lintas sesuai dengan urutan wama, dan sebagainya.
Dalam contoh tersebut, guru menggunakan strategi ekspositorik. Ia merigemukakan aturan umum dan mengharap anak-anak akan mengikuti/mentaati aturan tersebut.
Dengan menunjukkan sebuah media film yang berjudul “Pengamanan jalan menuju sekolah guru ingin membantu siswa untuk merencanakan jalan yang terbaik dan sekolah ke rumah masing-masing dan menetapkan peraturan untuk perjalanan yang aman dari dan ke sekolah.
Dengan film sebagai media tersebut, akan merupakan strategi ekspositori bila direncanakan untuk menjelaskan kepada siswa tentang apa yang harus mereka perbuat, mereka diharapkan menerima dan melaksanakan informasi/penjelasan tersebut. Akan tetapi strategi itu dapat menjadi discovery atau inquiry bila guru menyuruh anak-anak kecil itu merencanakan sendiri jalan dari rumah masing masing. Strategi ini akan menyebabkan anak berpikir untuk dapat menemukan jalan yang dianggap terbaik bagi dirinya masing-masing. Tugas tersebut memungkinkan siswa mengajukan pertanyaan pertanyaan sebelum mereka sampai pada penemuan-penemuan yang dianggapnya terbaik. Mungkin mereka perlu mengujicobakan penemuannya, kemungkinan mencari jalan lain kalau dianggap kurang baik.
Contoh sederhana tersebut dapat kita lihat bahwa suatu strategi yang diterapkan guru, tidak selalu mutlak ekspositorik atau discovery. Guru dapat mengkombinasikan berbagai metode yang dianggapnya paling efektif untuk mencapai suatu tujuan tertentu.


PERANAN METODE DALAM STRATEGI BELAJAR MENGAJAR


Dalam proses belajar mengajar (PBM) peranan metoe dalam strategi belajar mengajar sangat menentukan berhasil atau tidaknya seorang guru menyampaikan pesan kepada siswanya. Memilih metode yang tepat untuk menciptakan suasana proses belajar mengajar yang menarik. Penilaian metode dari segi penerapannya sangat tergantung kepada jumlah siswa yang besar atau kecil.
Berikut ini ada 11 metode yang digunakan (menurut Drs H. Ahmad Sabri, M.Pd. Strategi Belajar mengajar):
1. Metode Ceramah
- Menyampaikan meteri secara lisan
- Yang berperanan adalah guru
- Untuk jumlah siswa yang besar
2. Metode Tanya Jawab
- Komunikasi 2 arah
- Memberi kesempatan bertanya yang belum dipahami
- Tujuan mengulangi pelajaran dan selingan dari metode ceramah
3. Metode Diskusi
- Soal-soal pemecahannya sebaiknya diserukan kepada Siswa
- Membiasakan siswa menghargai pendapat orang lain/ temannya.
4. Metode Tugas dan Resitasi
- Agar siswa lebih rajin dan dapat mengukur kegiatan baik di rumah maupun di sekolah.
5. Metode Kerja Kelompok
- Kekurangan fasilitas didalam kelas misalnya 1 buku dipakai lebih dari 1siswa.
- Kemampuan Siswa bervariasi / berbeda sehingga siswa yang kurang pandai bekerjasama dengan siswa yang pandai.
- Minat Individual berbeda-beda
6. Metode Demonstrasi dan Eksperimen
- Memperlihatkan Proses terjadinya sesuatu.
- Metode eksperimen adalah dilakukan oleh guru dan siswa bersama, contoh senam SKJ.
- Untuk memudahkan berbagai penjelasan.
- Untuk menghindari Verbalisme.
7. Metode Sosiodrama Dan Bermain Peranan.
- Metode Sosiodrama adalah metode mengajar dengan cara bertingkah laku dalam hubungan social, bermain peranan menekankan kenyataan siswa diikut sertakan dalam permainan peranan.
- Apabila ingin menerangkan suatu peristiwa didalamnya menyangkut orang banyak.
8. Metode Problem Solving
- Digunakan untuk mencari pemecahan masalah dan menarik kesimpulan.
Metode ini akan melibatkan banyak kegiatan sendiri dengan bimbingan dari para pengajar.
9. Metode Susun Regu (Team Teaching)
- Menyajikan bahan pelajaran yang dilakukan bersama oleh dua orang atau lebih kepada kelompok pelajar untuk mencapai tujuan pengajaran.
- Setiap anggota dalam satu regu harus memiliki pendapat atau pandangan
- Memberi tugas tiap topik agar masalah bimbingan pada siswa terarah baik.
10. Metode Latihan (Drill)
- Untuk memperoleh ketangkasan/ keterampilan dari apa yang telah dipelajari.
- Siswa harus diberi pengertian yang mendalam sebelum diadakan latihan tertentu.
- Latihan tidak perlu lama asal sering dilaksanakan.
11. Metode Karyawisata
- Karyawisata disini berarti kunjungan keluar kelas dalam rangka belajar, juga suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan membawa siswa mengunjungi objek yang akan dipelajari. Metode ini perlu perencanaan yang teliti mengingat bimbingan dan pengawasan di tempat terbuka / di alam bebas.
KESIMPULAN

Dengan memilih dan menerapkan sebelas metode diatas dengan tepat serta tidak lupa mempertimbangkan situasi dan kondisi tempat, dimana sekolah berada. Dapatkah kegiatan belajar mengajar berjalan lancar, aman dan tertib. Pemilihan metode diatas bisa dilakukan satu metode persatuan waktu atau lebih.
Dalam proses belajar mengajar, strategi mengajar sangat diperlukan karena hal ini dapat mempengaruhi hasil output siswa supaya sesuai dengan yang diharapkan. Setiap tempat mempunyai metode yang berbeda-beda, sedangkan penanganannya tidak boleh dipaksakan dalam satu metode saja. Hal ini dikarenakan kemungkinan akan terjadi kesenjangan dari siswa yang diajar.
Demikian makalah singkat ini, besar harapan kami dapat menyempurnakan karya ilmiah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kebaikan penulis di masa yang akan datang.
[1] Strategi Belajar Mengajar, Drs. H. Udin. S. Winatadipura, M.A, dkk

asas-asas pengembangan kurikulum

BAB. I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Kurikulum memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan penentuan arah, isi proses pendidikan, yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Kuriukulum menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup kelas, sekolah, daera, maupun nasional. Semua orang berkepentingan dengan kurikulum, sebab kita sebagai orang tua, sebagai warga masyasrakat, sebagai pimpinan instansi formal maupun informal selalu mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak, pemuda, dan generasi muda yang lebih baik, lebih cerdas, lebih berkemampuan dan lebih kreatif serta inofatif. Kurikulum mempunyai andil besar dalam melahirkan harapan tersebut.

Kemajuan teknologi dan zaman serta makin tingginya pradaban manusia yang selalu meningkat seriring dengan berjalannya waktu secara tidak langsung menuntut dunia pendidikan untuk menciptakan suatu sistem yang mampu membentuk generasi-generasi yang kompeten dan berdaya guna tinggi dalam kehidupan, dengan kata lain pengembangan kurikulum yang merupakan jiwa dari proses pendidikan merupakan suatu hal yang harus dilaksakan guna memenuhi tuntutan dan kebutuhan zaman.

Makalah ini disusun dengan tujuan memberikan penjelasan dan gambaran tentang beberapa prinsip penting yang harus diperhatikan dalam proses pengembangan kurikulum, serta faktor-faktor yang berpengaruh didalamnya, dan hambatan-hambatan yang biasa muncul dalam penerapan pengembangan kurikulum dilapangan serta model-model pengembangan kurikulum.

BAB. II
PEMBAHASAN MASALAH

A. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum

Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa sekolah,. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai, dan perbuatan pendidikan. Kurikulum disusun oleh ahli pendidikan/ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan, pengusaha, serta unsur-unsur masyarakat lainnya. Rencana ini disusun dengan maksud memeberi pedoman kepada para pelaksana pendidikan dalam proses pembimbinngan terhadap siswa guna mencapai tujuan yang dicita-citakan.

B. Prinsip-Prinsip umum
Ada beberapa perinsip umum dalam pengembangan kurikulum diantaranya:
1. Relevansi
Relevansi, ada dua macam relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu: relevansi keluar dan relevansi di dalam kurikulum itu sendiri. Relevansi keluar maksudnya: tujuan, isi, dan proses pembelajaran yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Kurikulum menyiapkan siswa untuk dapat hidup dan bekerja dalam masyarakat. Kurikulum bukan hanya mempersiapkan siswa untuk masa sekarang saja, namun juga untuk masa yang akan datang. Kurikulum juga harus memiliki relevansi di dalam, yaitu harus adanya kesesuaian antara koponen-komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, penyampaian, dan penilaian.
2. Fleksibelitas
Fleksibelitas, kurikulum hendaknya memilih sifat lentur atau fleksibel dalam mempersiapkan para siswa. Kurikulum hendaklah memepersiapkan siswa untu masa sekarang dan yang akan datang, untuk disini dan ditempat lain, dan bagi siswa yang berlatar belakang kemampuan yang berbeda. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal yang solid namun dalam penerapannya dapat disesuaikan dengan kultur dan keadaan daerah masing-masing serta kemampuan anak.
3.K0ntinuitas
Kontinuitas, yaitu berkesinambungan. Perkembangan pola dan proses belajar anak berkangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus atau terhenti-henti. Oleh sebab itu pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat dengan tingkat yang lain, antara satu kelas dangan kelas yang lain, dan antara satu jenjang dangan jenjang yang lain. Pengembangan kurikulum hendaklah dilaksanakan secara serempak yang mengharuskan adannya komunikasi dan kerjasama antara pengembang kurikulum ditingggat SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi.
4. Praktis
Praktis, mudah dilaksanakan menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah. Prinsip ini juga disebut prinsip efisiensi. Betapa bagus dan sempurnanya sebuah kurikulum namun apabila dalam penerapannya membutuhkan dana yang tidak dapat dijangkau oleh masyarakat maka kurikulum tersebut tidak praktis dan sulit diterpkan dilapangan.
5. Efektif
Efektif. Walaupunn kurikulum itu harus murah, mudah, dan sederhana namun keberhasilanpun harus diperhatikan. Keberhasilan pelaksanaan kurikulum baik secara kualitas maupun kuantitas.


C. Prinsip-prinsip Khusus
Ada beberapa prinsip yang lebih khusus dalam pengembangan kurikulum; Prinsip-prinsip ini berkenaan dengan penyusunan tujuan, isi, pengalaman, belajar, dan penilaian.

Prinsip yang berkenaan dengan tujuan pendidikan.
Yujuan menjadi pusat kegiatan dan arah semua kegiatan pendidikan. Perumusan komponen-komponen kurikulum hendaklah mengacu pada tujuan pendidikan yang ada baik tujuan yang bersifat jangka panjang, menengah, maupun jangka pendek. Perummusan tujuan pendidikan bersumber pada:
Ketentuan dan kebijakn pemerintah.
1) Survey mengenai persepsi masyarakat mengenai kebutuhan mereka.
2) Survai tenteang pandanagan para ahli pada bidang-bidang tertentu.,
3) Survei tentang manpower.
4) Pengalaman Negara-negara lain dalam menghadapi masalah yang sama.
5) Penelitian.

Prinsip yang berkenaan dengan isi pendidikan.
Dalam memilih isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah ditentukan oleh para perencana kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa aspek diantaranya:
1) Perlu penjabaran tujuan pendidikan dalam bentuk perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana.
2) Isi bahan pembelejaran haruslah meliputi segi pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
3) Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan yang logis dan sistematis.

Prinsip berkenaan dengan pemilihan proses pembelajaran
Pemilihan proses pembelajaran hendaklah memperhatikan beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan:
1) Apakah metode/tehnik pembelajaran yang digunakan cocok untuk mengajarkan bahan pelajaran ?
2) Apakah tehnik tersebut dapat melayani kebutuhan individual siswa yang berpariasi ?
3) Apakah tehnik tersebut dapat menciptakan kegiatan yang dapat memacu keceradasan kognitif, afektif, dan psikomotorik sisiwa ?

Prinsip yang berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian
Penilaian merupakan bagian integral dai sebuah proses pembelajaran oleh karena itu dalam perencanaan pembuatan alat penilaian (test) hendaklah dapat menjamah ranah-anah penilaian dari segi kecerdasan kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.
B Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kurikulum.

Ada beberapa inanc yang sangat berpengaruh dalam pengembangan kurikulum diantaranya:

Perguraun Tinggi
Kurikulum minimal mendapat dua pengaruh daru Perguruan Tinggi. Pertama, dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di Perguruan Tinggi umum. Kedua, dari pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta panyiapan guru-guru di Perguruan Tinggi yang akan mengisi dunia pendidikan.

2. Masyarakat
Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang menjadi agen untuk memepersiapan anak didiknya untuk dapat hidup dan berperan dalam masyarakat. Sebagai agen sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat disekitar sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaklah mencerminkan dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat disekitarnya, sekolah harus mampu menyerap aspirasi dari masyarakat.

Sistem nilai
Dalam kehidupan masyarakat terdapat system nialai baik berupa nilai moral, keagamaan social, budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagi lembaga pendidikan bertanggung jawab atas penerusan nilai-nilai tersebut.
C. Artikulasi dan hambatan pengembangan kurikulum

D. Artikulasi pengembangan kurikulum
Artikulasi pendidikan berarti “kesatu paduan dan koordinasi segala pengalaman belajar”. Untuk mereealisasikan artikulasi kurikulum, perlu meneliti kurikulum secara menyeluruh, membuang hal-hal yang tidak diperlukan..
Untuk menyusun artikuklasi pendidikan diperlukan kerjasama dari berbagai pihak antaranya : universitas, para administrator, kepala sekolah, guru pada setiap jenjang pendidikan, orang tua murid dan tokoh-tokoh masyarakat.

E. Hambatan pengembangan kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa hambatan diantarantnya:
a) Hambatan dari guru, guru kurang berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum, hal ini disebabkan beberapa hal diantaralain: kurangnya waktu dan pengetahuan guru atau adanya ketidak sesuaian pendapat, baik anatara inanc guru maupun dengan kepala sekolah dan administrator.
b) Hambatan dari masyarakat, untuk mengembangkan kurikulum dibutuhkan dukungan dari masyarakat, baik dari segi pembiayaan maupun umpan balik dari proses pengembangan kurikulum tersebut.
c) Hambatan financial, dalam pengemabangan kurikulum tentunya memebutuhkan biaya apalagi suatu materi yang berbentuk eksperimen..





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kurikulum juga dapat diartikan sebagai pendidikan, karena mempunyai banyak aturan dan kaidah yang mengatur pendidikan manusia yang sepenuhnya dan dapat dilaksanakan oleh semua guru dan siswa/i. secara pribadi maupun golongan yang mengatur bagaimana kita semua harus berjuang di masyarakat yang memerlukan bantuan penyelenggara Negara untuk dapat dilaksanakan. Oleh semua pihak, juga bermakna bahwa kurikulum dan pendidikan tidak dapat dipisahkan.
Demikianlah tugas kelompok yang berjudul “Pengembangan Kurikulum“ ini, mudah-mudahan tugas yang telah kami buat ini bermanfaat bagi kita semua dan harapan kami adalah semoga tugas ini bisa memuaskan dewan guru. Kami menyadari tugas ini belum sempurna dan masih banyak kekurangannya, Hal ini dikarenakan karena keterbatasan kemampuan kami semua. Untuk itu kami mohon kepada semua pembaca untuk memaklumi dan memberikan masukan keapda kami. Atas masukannya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh.

asas-asas evaluasi pendidikan

Nama : Ahmad Hadi Setiawan
Semester : VI
Mata Kuliah : Evaluasi Pembelajaran
Jurusan : Tarbiyah
Program Study : Pendidikan Bahasa Arab


Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Darul Fatah
Bandar Lampung
2009


KATA PENGANTAR


Studi tentang evaluasi semakin lama semakin berkembang. Hal ini terbukti dengan makin luasnya peminat dalam bidang tersebut dan makin banyaknya penelitian dan penulisan karya ilmiah untuk menjajaki dan menangkap berbagai sisten instruksional. Salah satu yang mendukung banyak pakar pendidikan, karena evaluasi merupakan hal yang amat penting untuk meningkatkat keberhasilan sistem pendidikan secara menyeluruh. Semua ahli pendidikan menyadari bahwa tanpa evaluasi yang serasi dan tepat ternyata sulit untuk mencapai tujuan–tujuan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan dan satuan kerja pendidikan.

Dalam konteks ini pula peran dan fungsi evaluasi mendapat tempat sebagai mana mestinya, bahkan menjadi fokus yang perlu dipelajari lebih tekun. Para pakar pendidikan dan tenaga profesional kependidikan dituntut agar mempelajari bidang ini sebagai bagian khas dalam perangkat kemempuang profesional, disamping kemampun masyarakat dan kemampuan kepribadian yang menunjang keterlaksanaan tugas-tugas mereka di lapangan.

Sadar akan kelemahan dam kekeurangan yang munkin terjadi dalam penulisan makalah ini, maka kesedian menerima kritik dan saran selalu terbuka. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut berpartisipasi dan menelaah disiplin ilmu pengembangan kurikulum.




Penyusun.



BAB I
PENDAHULUAN
1. latar Belakang

Tidak ada satupun guru yang tidak ingin berhasil dalam proses mengajar, tentunya semua guru sangat mengharapkan sekali keberhasilan belajar mengajar itu, guru yang masa bodoh terhadap anak didiknya adalah cermin kurang tanggung jawabnya seorang guru menjabat sebagai profesinya, gurung yang tidak mau tahu dengan perkembangan pendidikan anak didiknya adalah tanda guru yang tidak peduli taerhadap tantangan zaman yang terus merongrong anak didiknya.

Walaupun ada terobosan baru metode belajar yang bagus, seperti yang di pelopori oleh bobby de porter dalam quantum learningnya, tetapi itu saja tidak cukup, metode yang bagus saja tidak cukup tanpa evaluasi, maka evaluasi sangat di butuhkan sekali dalam pendidikan.

Dalam sebuah buku yang berjudul teknik evaluasi pendidikan karya M.chabib thoha, beliau mengatakan bahwa Evaluasi berasal dari kata evaluation yang berarti suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai sesuatu, apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak. Menurut istilah evaluasi berarti kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur tertentu guna memperoleh kesimpulan. Evaluasi pendidikan dan pengajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi data mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau menafsirkannya menjadi nilai berupa data kualitatif atau kuantitatif sesuai dengan standar tertentu. Hasilnya diperlukan untuk membuat berbagai putusan dalam bidang pendidikan dan pengajaran.

Selain pengertian di atas ternyata pengertian evaluasi pendidikan merupakan proses yang sistematis dalam : mengukur tingkat kemajuan yang dicapai siswa, baik ditinjau dari norma tujuan maupun dari norma kelompok, menentukan apakah siswa mengalami kemajuan yang memuaskan kearah pencapaian tujuan pengajaran yang diharapkan.

Bukan hanya seperti di atas saja pengertian evaluasi, tetapi ada beberapa istilah yang serupa dengan evaluasi itu, yang intinya masih mencakup evaluasi, yaitu di antaranya:
1. Measurement / pengukuran diartikan sebagai proses kegiatan untuk menentukan luas atau kuantitas sesuatu untuk mendapatkan informasi atau data berupa skor mengenai prestasi yang telah dicapai siswa pada periode tertentu dengan menggunakan berbagai tekhnik dan alat ukur yang relevan.
2. Tes secara harfiah diartikan suatu alat ukur berupa sederetan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur kemampuan, tingkah laku, potensi, prestasi sebagai hasil pembelajaran.
3. Assessment adalah suatu proses pengumpulan data dan pengolahan data tersebut menjadi suatu bentuk yang dapat dijelaskan.

Evaluasi mau tidak mau menjadi hal yang penting dan sangat di butuhkan dalam proses belajar mengajar, karena evaluasi dapat mengukur seberapa jauh kebehasilan anak didik dalam menyerap materi yang di ajarkan, dengan evaluasi, maju dan mundurnya kualitas pendidikan dapat di ketahui, dan dengan evaluasi pula, kita dapat mengetahui titik kelemahan serta mudah mencari jalan keluar untuk berubah lebih baik kedepan.

Tanpa evaluasi, kita tidak dapat mengetahui seberapa jauh keberhasilan siswa, dan tanpa evaluasi pula kita tidak akan ada perubahan menjadi lebih baik,maka dari itu di makalah ini akan coba di bahas

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan menjadikan pendidikan ke depan lebih baik dan lebih maju dalam menyongsong kemajuan zaman globalisasi.

BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

A. Pengertian Evaluasi
Sesungguhnya, dalam konteks penilaian ada beberapa istilah yang digunakan, yakni pengukuran, assessment dan evaluasi. Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat tidak terlihat. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan alat untuk melakukan penilaian. Evaluasi merupakan kegiatan pengumpulan kenyataan mengenai proses pembelajaran secara sistematis untuk menetapkan apakah terjadi perubahan terhadap peserta didik dan sejauh apakah perubahan tersebut mempengaruhi kehidupan peserta didik. (dikutip dari Bloom et.all 1971).
B. Prinsip-prinsip evaluasi pembelajaran
Dalam melaksanakan proses evaluasi ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan diantaranya:
1. Prinsip Keseluruhan
Prinsip ini dikenal dengan prinsip komperhensif, maksudnya adalah pelaksanaan evaluasi yang dilaksankan secara bulat atau menyeluruh. Harus senantias adiinngat bahwa evaluasi hasil belajar itu tidak boleh dilakukan secara terpisah-pisah melankan secara utuh dan menyeluruh. Dengan kata lain evalusi hasil belajar harus dapat mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku yang terrjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk hidup danbukan benda mati dalam hubungan ini evaluasi hasil belajar disamping dapat mengungkap aspek proses berpikir (Cognitive Domain) juga dapat mengungkap aspek kejiwaan lainnya yaitu aspek nilai atau sikap (Affective Domain) dan aspek keterampilan (Psychomotor Domain) yang melekat pada masing-masing indivudu peserta didik.
2. Prinsip Kesinambungan
Prinsip ini dikenal juga dengan prinsip kontinuitas yaitu evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur dan berkesinambungan dari waktu ke waktu.
Dengan evaluasi hasil nelajar yang dilaksakan secara terarur, terencana dan terjadwal itu maka di mungkinkan bagi evaluator untuk memperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan atau perkembangan peserta didik, sejak dari awal mula mengikuti program pendidikan sampai pada saat-saat mereka mengakhiri program pendidikan yang mereka tempuh itu.
3, Prinsip Objektivitas
Evaluasi dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila dapat terlepas dari factor-faktor yang sifatnya subyektif.
Sehubungan dengan itu dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar, seorang evaluator harus senantiasa berfikir dan bertindak wajar, menurut keadaan yang senyatanya, tidak tercampuri oleh kepentingan-kepentingan yang bersifat subyektif.
Prinsip ke tiga ini sangat penting , sebab apabila dalam melakukan evaluasi terdapat unsure-unsur subyektif di dalamnya maka akan dapat menodai kemurnian evaluasi itu sendiri.
C. Prinsip-prinsip evaluasi dalam KBK, KTSP dan Mata Pelajaran Agama
a. Prinsip-prinsip evaluasi dalam Kurikulum Berbasis Kopetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
1. Kurikuklum Berbasis Kompetensi
Kurikulm Berbasis Kopetensi adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar, serta pemberdayaan sumberdaya pendidikan.
Berdasarkan pengertiaan kopetensi di atas, kurikulum berbasis kopetensi (KBK) dapat diartikan sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengimbangan kemampuan melakukan (kopetensi) tugas-tugas dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kopetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, keterampilan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
2. Kurikulun Tungkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum Tungkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kopetensi serta kopetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP).
Berdasarkan pengertian diatas maka KBK dan KTSP tidak memiliki perbedaan yang esensial, keduanta sama-sama perangkat rencana pendidikan yang berientasi pada kopetensi dan hasil belajar peserta didik.
Jadi dalam melaksanakan proses evaluasi pembelajaran pada kurikulum KBK dan KTSP memiliki prinsip-prinsip yang tidak jauh berbeda, prinsip-prinsip tersebut adalah
1).Valid
Evaluasi harus mengukur obyek yang seharusnya diukur dengan menggunakan jenis alat ukur yang tepat atau sahih (valid). Artinya, ada kesesuaian antara alat ukur dengan fungsi pengukuran dan sasaran pengukuran. Apabila alat ukur tidak memiliki kesahihan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka data yang masuk salah sehingga kesimpulan yang ditarik juga besar kemungkinan menjadi salah.

2).Mendidik
Evaluasi harus memberikan sumbangan positif pada pencapaian hasil belajar siswa. Oleh karena itu, evaluasi harus dinyatakan dan dapat dirasakan sebagai penghargaan untuk memotivasi siswa yang berhasil (positive reinforcement) dan sebagai pemicu semangat untuk meningkatkan hasil belajar bagi yang kurang berhasil (negative reinforcement), sehingga keberhasilan dan kegagalan siswa harus tetap diapresiasi dalam penilaian.
3).Berorientasi pada kompetensi
Evaluasi harus menilai pencapaian kompetensi siswa yang meliputi seperangkat pengetahuan, sikap, dan ketrampilan/nilai yang terefleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Dengan berpijak pada kompetensi ini, maka ukuran-ukuran keberhasilan pembelajaran akan dapat diketahui secara jelas dan terarah.
4).Adil dan obyektif
EVALUASI harus mempertimbangkan rasa keadilan dan obyektivitas siswa, tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, latar belakang budaya, dan berbagai hal yang memberikan kontribusi pada pembelajaran. Sebab ketidakadilan dalam penilaian, dapat menyebabkan menurunnya motivasi belajar siswa, karena merasa dianaktirikan.
5).Terbuka
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai kalangan (stakeholders) baik langsung maupun tidak langsung, sehingga keputusan tentang keberhasilan siswa jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi yang dapat merugikan semua pihak.
6).Berkesinambungan
Evaluasi harus dilakukan secara terus-menerus atau berkesinambungan dari waktu ke waktu, untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan siswa, sehingga kegiatan dan unjuk kerja siswa dapat dipantau melalui penilaian.
7).Menyeluruh
Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh, yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik serta berdasarkan pada strategi dan prosedur penilaian dengan berbagai bukti hasil belajar siswa yang dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak.
8).Bermakna
Evaluasi diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua pihak. Untuk itu, evaluasi hendaknya mudah dipahami dan dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil penilaian hendaknya mencerminkan gambaran yang utuh tentang prestasi siswa yang mengandung informasi keunggulan dan kelemahan, minat dan tingkat penguasaan siswa dalam pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.
b. Prinsip-prinsip evaluasi dalam Mata Pelajaran Agama
Dalam mangadakan evaluasi pembelajaran pada mata pelajaran agama harus memperhatikan beberapa prinsip-prinsip di bawah ini :
1. Prinsip Keseluruhan
Prinsip ini dikenal dengan prinsip komperhensif, maksudnya adalah pelaksanaan evaluasi yang dilaksankan secara bulat atau menyeluruh, baik saat proses pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran, seperti : kejujuran, ahlak, tanggung jawab serta cara berinteraksi dengan lingkungan dan masyarakat sekitar. Harus senantias diinngat bahwa evaluasi hasil belajar itu tidak boleh dilakukan secara terpisah-pisah melankan secara utuh dan menyeluruh. Dengan kata lain evalusi hasil belajar harus dapat mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku yang terrjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk hidup danbukan benda mati dalam hubungan ini evaluasi hasil belajar disamping dapat mengungkap aspek proses berpikir (Cognitive Domain) juga dapat mengungkap aspek kejiwaan lainnya yaitu aspek nilai atau sikap (Affective Domain) dan aspek keterampilan (Psychomotor Domain) yang melekat pada masing-masing indivudu peserta didik.
2. Prinsip Kesinambungan
Prinsip ini dikenal juga dengan prinsip kontinuitas yaitu evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur dan berkesinambungan dari waktu ke waktu.
Dengan evaluasi hasil nelajar yang dilaksakan secara terarur, terencana dan terjadwal itu maka di mungkinkan bagi evaluator untuk memperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan atau perkembangan peserta didik, sejak dari awal mula mengikuti program pendidikan sampai pada saat-saat mereka mengakhiri program pendidikan yang mereka tempuh itu.
3, Prinsip Objektivitas
Evaluasi dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila dapat terlepas dari factor-faktor yang sifatnya subyektif.
Sehubungan dengan itu dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar, seorang evaluator harus senantiasa berfikir dan bertindak wajar, menurut keadaan yang senyatanya, tidak tercampuri oleh kepentingan-kepentingan yang bersifat subyektif.
Prinsip ke tiga ini sangat penting , sebab apabila dalam melakukan evaluasi terdapat unsur-unsur subyektif di dalamnya maka akan dapat menodai kemurnian evaluasi itu sendiri.

4. Prinsip Ikhlas
Dalam melakukan eveluasi hendaklah dijiwai oleh rasa ikhlas yang tinggi, sehingga dalam pelaksanaanya tidak merasa terbebani

BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Proses Evaluasi Pembelajaran perlu mendapat penekanan dalam proses pembelajaran. Evaluasi bukanlah semata-mata untuk mendefinisikan murid yang berhasil dan tidak berhasil, melainkan sebuah proses yang akan memperbaiki mutu pembelajaran dan mengetahui seberapa efektif pembelajaran yang dilakukan.
Semoga dunia pendidikan di negeri kita ini semakin maju dan berkembang serta mampu menciptakan generasi-generasi yang berkualitas.